Salam, Pembaca!
Saya harap para pembaca yang ngikutin fanfiction ini dan rela ngabisin waktunya buka-buka blog ancur saya ini nggak kelelahan membaca fanfiction yang sudah masuk part 7 ini. Makasih banget buat yang udah setia ngikutin, baca-baca, dan komentar...
Waktu saya bikin fanfiction ini saya lagi dengerin satu album penuh Jessica Simpson jadul, A Public Affair. Percaya atau nggak, musik bikin saya jadi banyak inspirasi. Apalagi lagunya easy listening semua. Oh, dan saya paling suka lagu I Don't Want To Care. Peduli amat! Kyahahahaha. XD
Happy reading! :))
>>
Sonya kurang mempercayai pendengarannya saat itu. "Apa, Ran?" ini perintah untuk mengulang perkataan barusan.
Beda dengan Tina yang menjerit. "APA, RAN?" ini ekspresi shock dan tidak percaya.
Randy mengulang pernyataannya tadi, "Aku baru aja nembak Kak Greys..." tapi dengan lebih pelan dan jelas.
"Terus, terus?" desak Tina. "Kamu diterima? Kok tiba-tiba gitu sih?"
"Yaah, dia lewat di depanku dan aku tiba-tiba diberi keberanian untuk mengatakannya tepat di depannya langsung. Bodoh sekali aku, memintanya jadi pacarku padahal ada Kak Frans disitu..."
"Lho? Kak Frans bukannya sama Kak Pia?" tanya Sonya heran.
"Tidak, Kak Frans sama Kak Greys... Kak Pia cuma sahabatnya Kak Frans yang bantuin Kak Frans pedekate..."
Tina batuk-batuk untuk menghilangkan suara sengaunya. "Jadi Kak Greys bilang apa?"
Randy manyun. "Katanya... 'maaf, Randy, tapi aku punya orang lain yang aku cintai... tepat di samping aku...' hahaha, kalian nggak akan bisa bayangin gimana rasanya waktu Kak Greys bicara seperti itu..."
"Kapan mereka jadian?" tanya Sonya. "Kok kayaknya baru..."
"Waktu kalian pulang tadi," Randy mengangguk ke arah Tina. "Kak Greys kan ikut tanding?"
Tina mengangguk. "Jadi Kak Frans langsung nembak Kak Greys waktu Kak Greys pulang?"
"Iya... tepat setelah kami memisahkan diri dari kegembiraan senior kita karena Kak Ahsan... eh..." Randy melirik Tina.
"Aku tahu," sahut Tina singkat.
"Hari yang parah, ya," komentar Randy setelah hening lama. "Hari buat yang patah hati..."
"Ya," tambah Sonya muram.
"Eh? Kak Simon kan tidak jadian dengan siapa-siapa?" kata Tina.
Sonya sudah akan mengelak dia menyukai Simon, tapi dia menghela napas. "Dia deket sama Kak Maria..."
"Cuma deket doang kok, belum jadian."
"Akan, kalau kamu terus mengulur waktu," timpal Randy. "Cepatlah bilang duluan."
"Yeah, nanti jadinya kayak aku," kata Tina, tersenyum pahit.
Randy menepuk-nepuk bahu Tina, yang dibalas dengan tepukan Tina pada bahu Randy juga. Tina sudah kelihatan mau menangis.
"Jangan nangis lagi," gumam Randy.
"Tidak, kok," Tina mengusap matanya.
"Sudahlah, ayo kita senang-senang!" kata Sonya, berdiri dan melompat-lompat. "Masa sedih teruus."
"Hhhh...." desah Randy dan Tina berbarengan. Sonya hanya tertawa melihat kedua sahabatnya.
* * *
Di ruang makan para senior rupanya juga sedang berkumpul dan mengobrol seru. Apalagi kalau bukan membicarakan proses penembakan Ahsan. Bona bercerita dengan semangat tentang rekannya itu.
"Naah, jadi, waktu kita-kita udah pada keluar nih, baru si Ahsan menyelinap ke pintu keluar pendukung dan mencari-cari si dia..." kata Bona. "Gue sempet tuh ngeliatin prosesnya, kalian sih pada kabur duluan."
"Gue balik lagi buat ngeliat, kok," tawa Butet, diiyakan Devin.
"Terus si Ahsan ngajak ngobrol berdua," sambung Greysia. "Untung gue sempet foto."
Tawa pun terdengar dari kerumunan atlet itu.
"Nah, terus gue nggak sempet denger Ahsan bilang apa, soalnya waktu itu kita ngintipin ya," Bona memandang Greys, yang mengangguk.
"Pokoknya Ahsan nyerahin cincin, terus diterima sama ceweknya..." sambung Devin.
Siutan panjang pun membahana. Ahsan hanya pasrah kisah cintanya diceritakan ulang dengan penuh sindiran dan siutan bahagia dari teman-temannya.
"Akhirnya jadian, deh..."
Ahsan disenggol-senggol oleh Bona, disikut oleh Yunus, dan ditumbuk oleh Kido. Yang terakhir ini cukup sakit hingga ia meringis.
"Terus, Mon, loe kapan nyusul?" tanya Ahsan, sembari mengusap bahunya.
Simon terkesiap. "Nyusul kemana maksud loe?"
"Jiaaah pake nanya segala... ya nyusul jadian dong!" kata Greys, menggamit lengan Frans. "Kayak kita..."
Lagi, teriakan 'cie cie' meramaikan suasana.
"Aduh senangnya, ada yang jadian pas di tanggal yang sama, nanti kalau ulang tahun, kita dapet dobel traktiran nih..." ujar Pia senang.
"Iya, jangan lupa traktirannya nih, San, Frans..." timpal Butet.
"Jangan ngalihin pembicaraan juga, kawan... nah, Mon, loe ama Maria kapan?" tanya Kido.
Simon hanya nyengir. "Gue sama Maria nggak ada apa-apa kali."
"Akan ada apa-apa..." celetuk Devin.
"Ngomong-ngomong mana nih Maria?" tanya Butet. "Apa dia bareng Hendra...?"
Hendra juga tidak ada di ruang makan saat itu.
"Tenang aja, Hendra loe gak akan pindah ke lain hati..." kata Devin, lalu rambutnya diunyel-unyel Butet.
"Gue kan cuma nebak!"
"Lagian Hendra bareng Sony kok, lagi latihan..." Frans memberi penjelasan.
"Maria lagi ama Febe," kata Pia, setelah membuka hapenya yang ternyata ada pesan dari Maria. "Bentar lagi kesini katanya."
"Dobel Maria kalau begitu," celetuk Ahsan, setelah selama ini dia lebih banyak diam. Mereka tertawa.
"Jadi, Mon?" desak Yunus. "Loe beneran suka sama Maria?"
"Hahaha... nggak tahu gue... kayaknya sih..." ujar Simon.
"Waaah, kalau gitu cepetan nyatain dong... ntar keburu direbut Bona, hahahaha..." Kido menjahili adiknya.
"Eh gue nggak ada apa-apa loh ama Maria," protes Bona.
Pia manyun kepada kedua kakaknya, lalu ia memberi nasehat untuk Simon. "Mon, gue bilang ya, loe coba pastiin perasaan loe sama dia tuh kayak gimana, apa suka, naksir, sayang, terus ambil sikap berdasarkan perasaan loe. Kalau loe emang sayang, ya bilang aja. Nggak usah nunggu waktu lama. Bentar lagi dia turnamen di luar negeri, lho."
"Bener, Mon. Gue rasa mending sekarang loe bilang ke dia," Frans menyetujui.
Simon manggut-manggut mendengar berbagai saran dari teman-temannya. "Iya deh, nanti... gue pikirin lagi."
"Jangan kebanyakan mikir, ntar botak, loe gak ada yang suka lagi..." saran Greys.
Ruang makan kembali bergetar oleh tawa gara-gara celetukan Greysia.
* * *
Sonya terpaku tepat di depan pintu ruang makan. Dia baru saja akan masuk ketika telinganya mendengar percakapan senior-seniornya itu. Akhirnya diurungkannya niatnya untuk makan dan mendengarkan baik-baik pembicaraan mereka.
Jadi gosip itu memang benar, gumam Sonya. Kak Simon suka pada Kak Maria. Aku salah berharap lebih pada Kak Simon. Sama seperti Tina pada Kak Ahsan.
"Sonya?" sapa Randy. Dia dan Tina juga ikut mendengarkan dari tadi. "Kamu oke?"
Sonya hanya diam. Otaknya masih mencerna semua perkataan seniornya barusan. Tangan kirinya menggenggam erat sapu tangan pemberian Simon, yang rencananya akan dikembalikannya hari ini.
Randy dan Tina berpandangan, tak tahu harus berbuat apa.
Tetapi mereka dibebaskan dari kewajiban menghibur Sonya oleh kedatangan tiba-tiba Maria, Febe, Alvent, Hendra, dan Sony.
"Kalian sedang apa disitu? Kok nggak masuk?" celetuk Maria keras, hingga terdengar sampai ke dalam ruang makan. Lalu pintu ruang makan dibuka oleh Hendra, dan Simon - yang, tentu saja, mendengar suara Maria dengan jelas karena dia berada di sebelah pintu - ekspresinya tidak bisa ditebak, memandang bergantian, kepada Sonya dan Maria.
* * *
to be continued...
Disclaimer: maaf kalau ada kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca, ini sekali lagi, hanya khayalan saya, tidak ada hubungannya dengan cerita, tempat, waktu, dan orang yang bersangkutan. :)) Murni untuk kepentingan hiburan saja.
P.S. Kenapa ceritanya jadi cinta segitiga begini ya? Kayaknya kemampuan berimajinasi saya benar-benar terasah gara-gara sering mengkhayal cerita ini, hahaha XD. By the way, fanfiction ini kayaknya lebih singkat dari fanfiction sebelumnya, karena disini saya ngebanyakin dialog... kalau sebelum-sebelumnya kan ada narasi juga, jadi agak panjang.
P.S.S. Jika Anda berkenan mohon ketikkan komentar Anda, berupa apa saja, boleh kritik, pujian, protes, dan yang terutama, saran... :))
R.A.
23 Juli 2010 --> HARI ANAK INDONESIA!!! HIDUP ANAK INDONESIA!!! HIDUP BULUTANGKIS INDONESIA!!
0 komentar:
Posting Komentar