Senin, 21 Maret 2011

, ,

Semester II di KG

Salam, Pembaca!


Waktu saya menulis ini sebenarnya besok hari Selasa, 22 Maret 2011, dimana ada praktikum Histologi dan Biokimia yang bahan pretestnya bejibun. 
Waktu saya menulis ini sebenarnya saya sadar bahwa minggu lalu saya inhal praktikum Histologi bab Textus Connectivus dan Cartilago, yang berarti dihitung 2 bab, yang berarti besok-besok nggak boleh inhal lagi. 
Waktu saya menulis ini sebenarnya saya sadar bahwa laporan praktikum Biokimia dan Mikrobiologi yang harus dikumpulkan besok dan Rabu besok belum selesai, padahal ada satu laporan sementara yang merupakan 'tiket masuk' praktikum Mikrobiologi di hari Rabu. 
Waktu saya menulis ini sebenarnya saya sadar bahwa retainer - kawat ortho lepasan - yang baru saja jadi tadi siang belum di-polishing hingga mengkilat, padahal sudah tertunda beberapa hari, yang berarti mengurangi nilai pada akhirnya nanti. 
Waktu saya menulis ini sebenarnya saya sadar bahwa saya nggak serajin dulu. 
Oke, saya sedikit kepedean sedikit. 
Kalau denger dari cerita Ibuk, dulu kayaknya saya rajin banget. Waktu SD, kerjaan saya pulang sekolah, ya ngulang baca pelajaran yang baru aja diajarin di sekolah. 
Waktu kuliah, pulang kuliah kerjaan saya online - itu waktu semester I. 
Semester paling jaya di FKG, kayaknya. 
Karena semester II sekarang benar-benar berbeda sama semester I lalu. 
Weekend semester I, kamu bisa menemukan saya di Ambarukmo Plaza atau Galeria Mall. 
Weekend semester II, kamu hanya bisa menemukan saya di kamar kosan, mengerjakan laporan atau online. Nggak berani keluar. 
Kenapa ya?
Saya akhir-akhir ini sering kepikiran ibuk-bapak di rumah. Di Pekanbaru. 
Mungkin saya homesick, apalagi dengan berbagai masalah yang saya timbulkan tanpa sengaja disini. 
Dengan ngulang bikin kawat dari awal karena gips di kuvet bawah pecah dan nempel di kontra model (oke, mohon maaf kalo roaming). Artinya, saya mesti ngulang dari bengkokin kawat. Ngaduk gips lagi, ngamplas lagi, semuanya sendiri. Well, emang ada temen-temen yang care banget, nanyain gimana-gimana, but over all, saya ngerjain semua sendiri, dalam waktu sehari. 
Dan asal tahu saja, bikin itu nggak gampang. Banyak resiko gagal! 
Belum lagi inhal Histologi saya karena nilai pretest yang kurang. Ah, tapi saya nggak terlalu memusingkan itu, karena prosedurnya lumayan gampang. Meski agak ngerasa bersalah sama asisten praktikum saya, sih. 
Nggak heran kakak angkatan pada kocar-kacir nilainya di semester II. 
Saya berharap nilai saya naik, sebenarnya. Karena saya mesti ngulang Biologi Sel dan Molekuler di semester III -__-" buat dapet nilai A, atau paling banter, B. Jadi saya mesti ambil SKS sedikit lebih banyak dari temen-temen saya yang lain. 
Terkesan seperti membuka aib sendiri, ya. 
Tapi, saya cuma ingin pembaca ngerti. 
Bahwa di Kedokteran Gigi, nggak semudah kedengarannya. 
Kalau ada anak FKG yang bawa-bawa buku praktikum anatomi kemana-mana, bukan bermaksud sombong. Tapi karena tuntutan. Dalam seminggu, ada 5 praktikum dan kesemuanya ada pretest. Belum lagi kalau ada bab yang digabung. 
Kebayang kan gimana harus ngehafal semua bahannya? 
Jadi, tolong, tolong, tolong, kalau ada anak-anak yang dengan ribut bicara dengan bahasa latin yang tidak kalian mengerti, atau kalian menangkap sebuah kata yang mengindikasikan 'fakultas kedokteran gigi', tolong hargai kami, bukan bermaksud mengumbar tentang fakultas kami, tapi karena kami ingin menjadi dokter gigi yang baik, yang mengerti anatomi gigi, fisiologi tubuh, supaya bisa mengobati sakit kalian nantinya :)


Tapi sungguhan deh, semester II di FKG UGM bener-bener kerasa belajar Kedokteran Gigi-nya. Semester I, masih kayak SMA. 
Coba liat anak semester II. Sekarang kemana-mana bawa toolbox. Yang isinya alat pertukangan gigi. Seriusan deh, saya berasa jadi montir kalo bawa toolbox merah saya itu. Mana diliatin kalo pas makan di warung makan mana gitu -____-" 
Satu lagi, kalau kalian melihat ada anak KG yang membawa alat-alat aneh yang tidak kalian kenal, tolong jangan dipandangi sambil berbisik-bisik, apalagi menunjuk-nunjuk, sambil ketawa-ketawa, karena itu bisa menyebabkan kesenjangan sosial :) dan kesalahpahaman juga. 
Karena itu untuk kalian juga pada akhirnya! Kawat ortho yang kalian pakai itu, asal mulanya dari benda bernama kuvet dan press berbentuk aneh yang terbuat dari kuningan. 


Dan bikinnya bikin nangis. 


Serius, saya nggak bohong. Saya bener-bener nangis. Semua perasaan tumpah jadi satu: kesel, kecewa, sebel, jengkel, marah, kangen rumah, sedih. 
Saya juga ngerasa kosong. Sendiri. Nggak punya siapa-siapa. Oke, banyak temen, kalian bisa bilang gitu. 
But that's not what I mean, dude!
Saya sendirian di kota ini. 
Saya nggak punya siapa-siapa! Mengertilah. 


Kadang, kalo lagi kayak gini, saya suka galau-galau sendiri, nggak jelas.  
Padahal, buat praktikum besok siang belum belajar buat pretest. 
Jangan itu deh, laporan buat besok aja belum bikin :P


Oh Tuhan, kembalikan sifat rajin saya, tolong. Saya butuh untuk 5 tahun ini, Ya ALLAH.
Continue reading Semester II di KG

Minggu, 13 Maret 2011

, ,

Cuma Sekedar Curhat

Salam, Pembaca!

Ini bulan Maret, kebetulan bulan kelahiran saya :) dan berhubung saya kepikiran, tentang ulang tahun, tentang berkurangnya sisa hidup, tentang kedewasaan, dan tentang masalah, saya jadi pengen curhat sedikit. 

Ini tentang hidup saya, tentu saja. 

Bagaimana saya merasa semakin pesimis akhir-akhir ini. 
Bagaimana saya merasa semakin sendirian akhir-akhir ini.
Bagaimana saya merasa semakin sensitif akhir-akhir ini. 

Pesimis? 
IYA! 
Saya merasa saya pesimis. 
Dalam segala hal. 
Kuliah saya. 
Karir (?) saya. 
Kehidupan cinta (?) saya. 
Ya, saya pesimis. 
Satu, kuliah saya. Well, alhamdulillah sejauh ini lancar. Cuma saja, saya didera amnesia akut yang entah sejak kapan saya derita. Saya nggak bisa ingat lagi bagian-bagian di cranium yang saya pelajari waktu praktikum anatomi. Padahal saya benar-benar memerhatikan, kalau saya tidak salah. Dan tentu tidak salah, karena saya yang ada disana. Saya jadi ngerasa bego, bodoh, tolol, apalah. Saya jadi ngerasa nggak bisa. 
Dan sayangnya nggak ada yang percaya hal itu. 
Saya juga nggak meminta kalian untuk percaya kok. Tenang saja. Saya cuma ingin kalian memaklumi saya. 
Saya sering sedih sendiri kalau ingat di akhir semester nanti ada responsi, review, tentamen, di setiap praktikum. Saya nggak bisa bayangin gimana nanti saya review anatomi cranium dua dengan modal ingatan kayak gini. Payah. 
Belum lagi masalah modem yang bikin kesel tiap saya mau cari jurnal buat laporan biokimia sama mikrobiologi. 
Belum lagi praktikum teknologi kedokteran gigi II dengan berbagai resiko yang bisa bikin saya ngulang pekerjaan dari awal, dari bengkokin kawat. 
Saya ngerti saya nggak seharusnya ngeluh. Saya cuma capek. 
Saya cuma butuh motivasi. 
Tapi saya nggak ngerti dapet motivasi darimana. 
Ada nggak sih yang buang motivasi di jalan?

* * *

Novel-novel saya terbengkalai. Benar-benar lumutan, karatan di folder di laptop. Saya nggak punya kesempatan menyentuhnya, membukanya, membacanya, apalagi meneruskannya. Saya bahkan nggak punya ide untuk meneruskannya. Saya menyedihkan! Saya cuma bisa memulai tapi nggak pernah bisa menyelesaikan. 
Mimpi saya, jadi dokter gigi dan penulis!
Tapi kalau gini terus, kapan jadinya? 
Sementara saya sendiri nggak pernah mengusahakan apapun. 
Bukan saya yang minta!
Tapi keadaan yang memaksa. 
Saya juga nggak mau nyalahin keadaan. Oke, semuanya balik ke saya lagi.
Lihat kan, apa-apa juga pada akhirnya saya yang salah. 
Semuanya. 
Salah saya. 
See? 

* * *

Saya nggak cantik kok. 
Saya juga nggak pinter. 
Saya nggak punya kelebihan yang bisa menarik cowok manapun. 
Itu mungkin kenapa saya nggak punya pacar. Kalau ditanya apa saya mau punya pacar?
Sometimes I need someone, here. 
Saya cuma butuh seseorang yang bisa diandalkan, itu saja. Saya cuma butuh kasih sayang. 
Seseorang yang benar-benar bisa menghargai saya. 
Seseorang yang benar-benar bisa menyayangi saya. 
Seseorang yang benar-benar bisa saya percaya. 
Seseorang yang benar-benar bisa mengerti saya.
Seseorang yang benar-benar bisa membiarkan saya menang, membiarkan saya memilih apa yang saya suka sekali-sekali. 
Sekali saja. 
Saya cuma butuh ditanyai. 
"Apa yang kau inginkan?" 
Itu saja. 
Dan saya akan menjawab dengan tangisan bahagia. 
Apa itu sulit?
Sulitkah bertanya semacam itu pada saya? 
Apa karena saya tak pernah protes akan apapun? 
Jangan salahkan saya; saya tak pernah dididik untuk protes. Saya nggak pernah bisa ngungkapin semua dengan kata-kata, karena itu saya menangis. Karena itu saya menulis! Setidaknya hargailah tulisan saya. Karena itu ungkapan hati saya yang sesungguhnya! Saya nggak bisa langsung ngomong karena saya pengen jaga perasaan orang-orang yang mendengar komentar saya. 
Saya nggak pernah bisa bilang tidak. 
Saya pengen orang yang bisa ngerti saya kapan saya lagi nggak mood atau apa. Apa segitu nggak berharganya saya sampai nggak keliatan kalau saya habis nangis, saya lagi marah, saya lagi ngambek, saya lagi nggak mood, saya lagi nggak enak hati, atau saya lagi sakit sekalipun? Nggak keliatan? 
Kejadian kayak gini selalu terjadi pada saya.

* * *
Mungkin saya terlalu sensitif atau apa.
Mungkin saya terlalu berlebihan atau apa.
Namun apa salah punya perasaan kayak gini?
Siapa yang ngelarang kita?
Siapa yang ngatur-ngatur kita boleh punya perasaan gini atau enggak?
Yang penting itu gimana caranya kita biar nggak berlarut-larut!
Mungkin saya cuma pengen pulang dan peluk kedua orang tua saya.
Mungkin ini efek nggak ketemu Ibuk dan Bapak selama 7 bulan.
Mungkin saya cuma kangen rumah.
Maaf kalau postingan saya ini nggak penting.
Saya cuma pengen curhat.
Saya nggak minta didengar kok.
Saya juga nggak minta dibaca.
Saya cuma pengen dihargai.

Jogja, 10 Maret 2011
R.A.
P.S.
Saya cuma pengen pulang.
Continue reading Cuma Sekedar Curhat

Sabtu, 05 Maret 2011

, ,

Malam Mingguan ala Saya

Tulisan ini sebenarnya gue bikin jam sebelas malem, waktu malam minggu alias malam sebelum hari Minggu. Malem minggu gue sama kayak malam-malam minggu sebelumnya, selama delapan belas tahun. Gue selalu melewatkan malam minggu sendirian, well, sebagian dengan sahabat, but, no boyfriend. And that doesn't make sense to me, actually. Ada ataupun nggak ada pacar, malam minggu gue tetep sama aja selama delapan belas tahun. Gue emang pernah punya, selama beberapa saat, tapi nggak pernah ada yang namanya malam minggu buat gue. Dan apakah itu ngebikin gue jadi menyedihkan? Nonsense. So what kalo gue gak pernah malam mingguan tapi at least gue melewatkan malam minggu dengan baik. Bareng keluarga atau temen-temen. Gue udah cukup senang dengan semua itu.

Well, sometimes, aku pengen juga punya pacar. Tapi entahlah dengan kondisi gue sekarang, gue sama sekali nggak mungkin menarik perhatian cowok. Gue nggak cantik, nggak pintar, nggak menarik sama sekali. Gue gak punya kelebihan yang bisa bikin cowok menolehkan kepalanya ke gue.

Tapi, gue juga punya sahabat-sahabat beda gender, baca: cowok, yang sering gue curhatin atau mereka yang jadi mellow gara-gara cewek. Yah, kebanyakan kasus sih gue yang jadi tempat curhat para cowok itu, dan waktu gue tanya kenapa kalian percaya gue buat cerita? Mereka cuma bilang, ya kita yakin aja lo gak bakal ceritain ke siapa-siapa, lagipula, lo juga percaya gue buat cerita, jadi intinya yah, kita saling percaya! Mereka juga bilang, udah ngerasa lega aja kalo udah ngungkapin perasaan bete mereka ke orang yang mau dengerin curhatan mereka.

That was sweet for me.

Mungkin, yeah, itu sih biasa aja. Tapi, gue, udah berusaha keras untuk ngedapetin kepercayaan orang-orang. Dan usaha itu nggak kecil. Malah sempet nyerah, beberapa tahun lalu. Nyerah, lalu sakit. Dan ketika kepercayaan itu datang, gue gak bakal mau ngekhianatin.

Gue harap sampai selamanya.

Well, ini tulisan yang bener-bener gue bikin sepenuh hati :)
>>
Ah, hidup gue selalu penuh kekalahan.

Apapun yang gue lakuin, pasti gue gak pernah jadi pemenang. Pasti selalu ada orang di atas gue. Dan itu nggak cuma 1-2 orang.
BANYAK!
Banyak orang ngalahin gue dalam segala hal. Dan rasanya apapun yang gue lakuin selalu salah.
Selalu ada orang lain yang ngelakuin hal yang benar, dan ngalahin gue. Dan di saat yang bersamaan, nggak ngehargain gue.
Mungkin gue emang gak cukup berharga untuk bahkan dihargai.

Karena pada akhirnya gue yang selalu ngalah. Harus selalu mengalah. Dalam segala hal. Dan gue nggak bisa protes. Nggak pernah, dan nggak akan bisa. Karena gue udah terlalu sering mengalah. Bahkan tanpa disuruh untuk ngalah.

Sebab mengalah itu inisiatif!
Kesadaran diri.

Orang yang selalu ingin menang, nggak akan pernah mau ngalah.
Memang mengalah bukan berarti gak menang.
Tapi dalam kasus gue, mengalah berarti ngebiarin orang lain menang. Tanpa mengizinkan diri sendiri menang sekalipun. Meski semua orang punya hak untuk menang. Tapi gue memilih untuk mengalah.

Karena itu,
Hiduplah, Kawan!
Aku mengalah untuk membiarkan kalian hidup!

Aku mengalah untuk mati!


Jogja, 19 Februari 2011
23.04

P.S.
Tadinya emang mau curhat doang, tapi di ending malah jadi puisi :p dasar orang galau!
Continue reading Malam Mingguan ala Saya