Rabu, 18 Maret 2015

, ,

Surat Terbuka

Kepada S.

Saya pikir, dengan adanya R, saya akan bisa melupakan kamu, melupakan fakta bahwa kamu adalah salah satu teman dekat saya, melupakan fakta bahwa saya menyukai kamu selama beberapa tahun terakhir. Tanpa peduli fakta bahwa kamu adalah seseorang yang memiliki orang lain yang menyukai kamu juga.

Saya pikir, dengan adanya R, akan membuat kamu menjauh dari kehidupan saya, akan membuat kamu tidak masuk-masuk lagi dalam rutinitas sehari-hari saya, akan membuat kamu diam saja disana bersama orang lain yang kamu miliki selama beberapa bulan terakhir.

Sudah begitu banyak kebetulan yang terjadi, S, kebetulan yang menyenangkan bagi saya, namun jika hal ini saya utarakan pada R, saya akan sangat berdosa karena telah membuat R bersedih hati. Saya akan tahu persis bagaimana perasaan R.

Sebab begitulah perasaan saya ketika kamu, S, menceritakan semua yang terjadi mengenai orang-orang yang dulu dekat denganmu. Bahkan mengenai orang yang sekarang memilikimu. Tidakkah kau berpikir sedikit saja tentang perasaanku?

Sungguh, saya ingin sekali rasanya meneriakimu, berhentilah membicarakan dia!

Sabar, kata otak saya begitu. Sabar. Agar saya bisa terlihat baik dimatamu, maka saya harus sabar.

Sampai kapan? tanya hati saya yang kesal.

Sakit, kan.

Saat kamu membicarakan orang-orang lain, dan meminta pendapat saya sebagai acuan pemikiran, saat itulah hati dan perasaan saya terluka. Akan tetapi apalah yang bisa saya perbuat?

Saya pikir, jantung saya sudah tidak lagi berdetak lebih cepat ketika saya melihat kamu dari kejauhan. Tidak berdetak lebih cepat lagi ketika saya bertemu kamu. Apalagi ketika kita berbicara.

Sayangnya, ya, sayangnya.

Semua itu hanya harapan kosong.

Saya masih berdetak cepat ketika melihat kamu dari kejauhan. Lebih cepat lagi ketika saya bertemu kamu. Apalagi ketika kita berbicara.

Suatu hal yang sangat membahagiakan bagi saya adalah ketika saya dan kamu bertatap muka, membicarakan hal-hal tidak penting, dan juga, membicarakan tentang masing-masing.

Saat mata kamu menatap mata saya ketika saya berbicara. Tanpa memalingkan muka, apalagi memotong pembicaraan. Hanya mendengarkan, dan menimpali.

Sayang sekali, kamu milik orang sekarang.

Saya juga sudah menjadi milik orang, sekarang.

Saya tidak bisa berbuat apa-apa selain menyayangi orang yang mencintai saya sepenuh hati. Meskipun, jauh di dalam hati saya,

Saya masih menginginkan kamu.

Dari M.

Continue reading Surat Terbuka