Salam, Pembaca!
Tulisan saya kali ini adalah sebuah fanfiction tentang para atlet. Lagi-lagi ini hanyalah khayalan saya semata. Lagipula, saya tak tahu apakah cerita para atlet bisa digolongkan sebagai 'fanfiction' karena sepanjang yang saya tahu (saya belum googling, sih) fanfiction berkisar tentang tokoh-tokoh dalam anime, komik, novel, atau, seperti yang teman-teman saya sering bikin, fanfiction tentang bintang-bintang Korea seperti Big Bang, Super Junior, 2PM, dan sebagainya lah, saya kurang mengerti karena di tivi saya tidak ada siaran KBS, juga di rumah saya tidak ada koneksi internet untuk mencari video di YouTube.
Tapi, saya jadi berpikir. Atlet kan juga punya fans, dan inti dari fanfiction adalah cerita fiksi yang dibuat oleh fans. Menurut saya, sih, sama saja. Ralat kalau salah. ^^
Oke, lepas dari itu semua, saya cinta Draco Malfoy (?), saya cinta Sasuke, saya cinta Kim Ki Bum dan Kim Sang Bum (perhatian: mereka berdua berbeda lho, Kim Ki Bum adalah personel Super Junior yang imutnya minta ampun, Kim Sang Bum adalah pemeran Yi Jeoung - tulisannya betul tidak? - dalam serial Boys Before Flowers, yang imutnya juga minta ampun), saya cinta Siwon, saya suka lagu-lagu Korea, saya cinta Badminton (ehm, GOODminton ^^), saya cinta Indonesia. Jadi saya akan membuat cerita tentang beberapa atlet muda yang baru masuk pelatnas dan bertemu pemain-pemain bulutangkis Indonesia lainnya. *mohon dimengerti kalau akhir-akhir ini saya agak tidak nyambung, ini karena saya dilanda kebosanan setelah libur selama 3 bulan, saya pengen cepet-cepet kuliah*
Happy reading! :))
>>
PROLOG
Sonya dan Randy adalah sahabat sejak SMP. Mereka berdua sangat addicted sama yang namanya bulutangkis. Semua pertandingan bulutangkis yang ditayangakan di televisi pasti selalu mereka tonton, dan tidak dengan tenang, melainkan dengan berisik, berteriak-teriak menyemangati setiap pemain Indonesia yang sedang bertanding. Sonya memfavoritkan Sony Dwi Kuncoro karena empat huruf di namanya sama dengan nama Sony. Randy selalu bilang itu alasan konyol. Randy sendiri, sebagai cowok, menyukai Maria Kristin dan Greysia Polii karena permainan mereka yang cantik - dan tentu saja paras mereka yang manis. Mereka harus sudah cukup puas dengan hanya menonton lewat televisi, karena tempat tinggal mereka yang jauh dari tempat diselenggarakannya turnamen. Tapi adakalanya mereka juga tidak puas karena turnamen yang digelar di luar negeri jarang ditayangkan di televisi. (ehm, ini keluhan saya sendiri juga, red)
Waktu mereka kelas satu SMA, ada sebuah program beasiswa dari institusi untuk mereka yang ingin mendalami dunia bulutangkis. Sonya dan Randy, dengan didukung oleh orangtua mereka, mengikuti program beasiswa itu dan mereka lolos. Sejak saat itu mereka sering mengikuti turnamen-turnamen bulutangkis junior dan mereka, cukup berprestasi sehingga, akhirnya, mereka berhasil masuk pelatnas ketika mereka berusia dua puluh tahun.
Prestasi Sonya yang gemilang di dunia bulutangkis tidak diikuti dengan gemilangnya hubungan cintanya. Sonya punya pacar waktu SMA, namanya Eri. Well, mantan pacar. Mereka putus dengan tidak baik-baik. Sonya berkali-kali bertanya kenapa dan minta mereka kembali jadian, tapi Eri cuma bilang mereka tidak cocok lagi dan setelah itu, menghilang dari kehidupan Sonya. Randy sudah berkali-kali mengingatkan Sonya bahwa dia layak mendapatkan cowok yang lebih baik daripada Eri. Tapi, Sonya masih sering menangis kenapa Eri begitu cepat menghilang dan meninggalkannya.
Namun Sonya dan Randy mendapat kejutan pada waktu masuk pelatnas. Eri ternyata juga masuk pelatnas. Dan dia tidak sendiri. Ada seorang gadis bersamanya. Menurut informasi yang didapat Randy (Sonya menolak berkenalan dengan gadis itu dan dia masuk ke kamarnya di asrama putri) nama gadis itu Airin. Eri bercerita bahwa ia berkenalan dengan Airin tepat setelah dia memutuskan Sonya. Randy sudah ingin memukul Eri saat itu juga, tapi ditahannya. Tapi rupanya Airin hanya berstatus sebagai sahabat Eri dan bukan pacarnya. Informasi ini mengusik pikiran Randy. Padahal, mereka begitu dekat seperti sedang pacaran. Sonya, seperti biasa menutup kupingnya saat Randy hendak bercerita tentang Eri dan Airin.
* * *
Randy dan Sonya sedang duduk-duduk di depan tempat latihan, membicarakan pertandingan yang akan digelar minggu depan, antara para pemain junior yang baru masuk pelatnas.
"Seperti mimpi, kan?" Sonya membuka pembicaraan.
"Ng?" Randy bergumam tak jelas, masih sibuk mengamati raket dan kok yang baru saja dipakainya bermain. "Apanya?"
"Kita bisa masuk pelatnas," ujar Sonya.
"Iya," kata Randy, kali ini bersemangat. "Bisa ketemu Kak Greys..."
"Kamu mah itu terus yang dipikirin."
"Kamu juga kemarin nggak berhenti senyum ngelihat Kak Simon."
"Beda."
"Sama."
"Nggak sama."
"Sama."
"Belda."
"Itu IMB."
Mereka merendahkan suara saat Sony berjalan melewati mereka.
"Kak," sapa Randy dan Sonya serentak. Sony menoleh dan tersenyum kecil. Lalu meneruskan perjalanannya.
Randy dan Sonya masih memandangi belakang punggung Sony dengan kagum.
"Tuh, abang kamu," kata Randy.
Sonya memukul bahu Randy keras-keras.
"Aduh! Jangan keras-keras, bahu ini berharga lho! Kamu mau kita kalah di pertandingan minggu depan?"
"Tidak, sih..." kata Sonya, nyengir. Di pertandingan minggu depan, Sonya secara kebetulan berpasangan dengan Randy di partai ganda campuran. Dan, secara kebetulan juga, melawan Eri dan Airin. "Aku benar-benar ingin melihat dia kalah."
"Makanya jangan pukul bahuku lagi," ujar Randy, memohon, bukan melarang.
"Iya, iya, tenang saja deh."
Ketika mereka sedang mengobrol, Tina, teman sekamar Sonya yang main di tunggal putri menghampiri mereka. "Sonya sayang, kita makan malam yuk," ajaknya.
"Hah? Jam berapa ini?" tanya Randy bingung.
"Jam tujuh..." jawab Tina tertawa. "Kalian sih keasyikan latihan."
"Dan ngobrol," sambung Sonya.
"Dan ngobrol," ulang Tina setuju.
Perut Randy berkeruyuk keras dan mereka tertawa ketika menuju ruang makan.
* * *
Di ruang makan ternyata belum begitu ramai. Tina segera menuju counter makanan dan mengambil makanan yang dia sukai (ehm, saya kurang tahu gambaran ruang makan di pelatnas, sekali lagi, ini hanya khayalan saya, ralat kalau salah, red) tetapi Sonya menyenggol Randy dan mengangguk ke arah meja di sebelah jendela. Eri dan Airin menduduki meja itu, hanya berdua, dan sedang menertawakan entah-apa. Randy mendorong bahu Sonya menuju ke counter makanan seolah berkata ayo-kamu-makan-saja-tidak-usah-pedulikan-mereka.
Ketika Randy dan Sonya sampai di counter makanan, sudah mulai ada antrian kecil di belakang mereka. Randy berada di depan Sonya dan mengambil makanan duluan. Dia melewati Butet dan Vita yang sedang mengobrol seru (sekali lagi, saya tidak tahu apakah di pelatnas ruang makan junior dan senior sama, ini hanya khayalan saya saja, red) menyapa mereka, dan menghampiri meja yang sudah ada Tina-nya.
Sonya mengambil makanannya di sebuah nampan. Mengambil segelas jus jeruk dan meletakkan gelas itu di nampannya. Kemudian dia berbalik dan nyaris menabrak seorang cowok berpostur tinggi. Sonya setengah berharap itu Sony atau Simon, tapi rupanya itu Eri. Eri menghalangi Sonya untuk berjalan.
"Minggir," kata Sonya keras. "Kamu ngalangin jalan."
Eri cuma tersenyum pahit dan tetap menghalangi Sonya kemanapun Sonya bergerak.
"Tolong minggir," ujar Sonya lagi, nadanya dingin. "Sudah ada antrian di belakang kamu."
Eri membalikkan badannya dan melihat Vita, Butet, Hendra, dan Bona berdiri di belakangnya, memandang ingin tahu. Eri meminta maaf kepada mereka semua dan, memanfaatkan kejadian ini, Sonya lepas dari Eri dan menuju ke meja Tina dan Randy.
"Kak Simon ngeliatin kamu," kata Randy santai. Tiga meja dari sana, Simon dan Kido duduk bersama memakan makan malam mereka.
Sonya tidak melihat ke arah Simon, meskipun dia ingin sekali memastikan apa yang dikatakan Randy itu benar (duh saya juga pengen diliatin ama Kak Simon, red). "Dasar Eri, apa sih maunya? Cari perhatian saja."
"Dia masih suka sama kamu, kali," kata Tina terkikik. Sebagai teman sekamar, Tina tahu segala hal tentang Sonya sama seperti Sonya tahu segala hal tentang Tina, misalnya fakta bahwa Tina sangat menyukai Ahsan.
"Nggak mungkin lah," ujar Sonya, menyuap sup. "Dia kan sayang sama Airin."
"Kak Simon cocok juga," kata Randy lagi, tertawa.
"Apa?" tanya Sonya, pura-pura tidak mendengar.
"Kak. Simon. Cocok. Sama. Kamu," ulang Randy jelas, sementara Tina tertawa lagi.
Sonya melempar pandang memperingatkan pada Randy ketika tawanya dan tawa Tina agak terlalu keras sehingga menarik perhatian Frans dan Pia yang melewati meja mereka. Sonya menyapa kedua seniornya itu dan kembali menghadap makanannya.
"Bener, bener," kata Tina, meletakkan gelas berisi jus yang baru saja diminumnya. "Kamu sama Kak Simon, aku sama Kak Ahsan..." sahut Tina sambil melirik Ahsan yang sudah bergabung bersama Simon dan Kido.
"Terus aku sama siapa?" tanya Randy. "Kak Maria Kristin udah ada yang punya belum ya..."
"Bego kamu, Kak Maria kan sama Kak Simon," ujar Sonya, hatinya pedih mengutarakan kenyataan ini.
"Eh? Masa?" gumam Randy kaget. "Darimana kamu tahu?"
"Gosipnya begitu," kata Sonya, sementara Tina mengangguk-angguk mengiyakan.
"Oh, kalau begitu gampang. Kamu sama Kak Hendra aja," kata Randy, seolah menyelesaikan masalah.
Sonya menatap Randy sinis. "Gampang apanya? Kamu tuh asal ngomong aja deh."
Tina, yang sedang meminum jusnya, tersedak tiba-tiba. Randy dan Sonya serta merta memandangnya. "Ada apa?" tanya Randy, menatap Tina yang melotot ke meja di sebelah jendela.
"Eri kesini," kata Tina cepat, tapi pelan.
Sonya sudah hendak bergerak pergi, tapi lengannya segera ditahan Randy sebelum Sonya bangkit dari duduknya. Randy mengeluarkan pandangan tetap-ditempatmu-kamu-tidak-bisa-lari-terus pada Sonya, yang bergidik sedikit, tapi tidak jadi pergi.
"Erm," kata Eri setibanya di meja mantan pacarnya. Randy yang sedang berpura-pura minum jusnya dengan tenang langsung memandang ingin tahu pada Eri - pandangan ingin tahu dan ingin meninju berebutan ingin mendapat perhatian di benaknya.
"Randy," kata Tina keras, memecah keheningan diantara mereka berempat, "kamu sudah selesai kan, bisa temani aku latihan?"
Piring Randy memang sudah kosong, dan piring Tina juga, sementara Sonya masih berusaha menghabiskan supnya. Randy melempar pandang pada Tina, yang membalas menatapnya tajam.
"Oh," ujar Randy, akhirnya mengerti, "baiklah. Ayo. Sonya, Eri, kami pergi dulu ya."
Tina setengah menarik lengan Randy untuk menyeretnya pergi. Sonya memandangi mereka kesal.
Eri menduduki bangku Tina. "Ehm... besok... ada latihan?"
"Tentu saja," kata Sonya sedikit kesal.
"Besok... setelah latihan. Aku ingin bicara."
"Bicara apa? Kenapa mesti besok? Kenapa tidak sekarang?"
"Sekarang... eh... waktunya kurang tepat," Eri setengah melirik Airin di mejanya, yang sedang membaca buku catatannya, tidak mengindahkan Eri yang duduk berdua dengan Sonya. Sonya otomatis melirik Airin juga.
"Dia tidak lihat dan tidak dengar, kok," kata Sonya dingin.
"Eh... ini bukan pembicaraan yang singkat, jadi sebaiknya besok saja..."
"Besok kan dia juga latihan. Apa bedanya?" tanya Sonya lagi.
"Besok kita ketemu di halaman belakang tempat latihan," ujar Eri. "Jam setengah dua belas. Sebelum makan siang."
Sonya tidak mengiyakan ataupun bertanya lagi, jadi Eri merasa informasi yang dia berikan sudah cukup.
"Erm... terima kasih kalau kamu mau datang," kata Eri, lalu bangkit berdiri.
Dia berdiri cukup lama, seolah ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi Sonya tidak peduli dan meneruskan makannya. Eri pergi mendekati Airin, yang tersenyum menyambutnya, lalu mereka berdua pergi sambil tertawa-tawa. Sonya, meskipun terkesan tidak peduli, tetap memandangi mereka berdua yang keluar ruang makan dengan penuh kebahagiaan. Ada sentakan kecil di hatinya, tapi Sonya tidak yakin perasaan apa itu. Sonya hanya bisa berharap itu bukan perasaan cemburu.
* * *
to be continued...
Disclaimer: maaf kalau ada kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca, ini sekali lagi, hanya khayalan saya, tidak ada hubungannya dengan cerita, tempat, waktu, dan orang yang bersangkutan. :)) Murni untuk kepentingan hiburan saja.
P.S. Apa kebanyakan dialog? ==a
Mohon diberi saran, kritik...
P.S.S. Maaf kalau ada kesamaan nama, ini karena saya benar-benar miskin ide untuk membuat nama orang. --'
R.A.
20 Juli 2010
0 komentar:
Posting Komentar