Selasa, 20 Juli 2010

, ,

Kata Hati (II)

Salam, Pembaca!

Salah satu 'naskah' percakapan saya yang lain dengan suara hati. Lebih singkat dari yang pertama...
Happy reading! :))

>>
Aku menangis, dalam diam, dalam hening.

Berharap suara hati muncul lagi, aku memohon.

Aku: Aku kesepian.

Suara hati: Mengapa sepi?

Aku: Aku sepi karena sendiri.

Suara hati: Sendiri karena kehilangan hati?

Aku: Ya. Tapi, aku tak mengingkari janji. Karena itulah aku bingung.

Suara hati: Aku yang satu lagi membuatmu begini.

Aku: Ya.

Suara hati: Hei, tenanglah. Jangan biarkan aku yang satu lagi menguasai benakmu. Legakan pikiranmu.

Aku: Aku cuma ingin dihargai. Apa itu salah?

Suara hati: Tentu saja tidak! Namun caramu yang salah.

Aku: Lantas?

Suara hati: Sama seperti detektif. Ia tidak terburu-buru menuduh seseorang sebagai tersangka. Tapi ia mengkaji lebih dalam tentang kejadian sebenarnya. Ia bertindak dengan teratur, perlahan, namun tepat sasaran. Kau paham maksudku?

Aku: Mmm. Paham.

Suara hati: Dengar, aku sangat mengerti aku yang satu lagi, yang kekanak-kanakan. Ia memperparah keadaan dengan membuatmu selalu melibatkan perasaan.

Aku: Dan membuatku cengeng.

Suara hati: Benar, meskipun sebenarnya, jauh di dalam sini, kau punya kekuatan. Hanya saja aku yang satu lagi mendominasi.

Aku: Aku tak sekuat itu. Percayalah. Orang-orang mengharapkan aku untuk kuat, bangkit, tak menangis lagi, tahan banting, tapi tidak. Aku takut kehilangan orang yang aku sayangi. Aku benci ditinggalkan. Aku tak suka diabaikan. Aku takut sakit karena kehilangan kasih sayang. Apa aku salah? Salahkah berharap untuk selalu bersama?

Suara hati: Kau tidak salah. Hanya saja... caramu belum benar. Kau terpuruk pada masa lalu.

Aku: Kemarin kau yang bilang padaku untuk memodifikasi kosakataku. Sekarang kau menggunakan kata-kataku.

Suara hati: Haha, maaf. Aku tak sengaja.

Aku: Mungkin aku memang harus menutup hati. Untuk semuanya.

Suara hati: Sekarang aku ingin bertanya padamu.

Aku: Boleh. Tentang apa?

Suara hati: Siapkah kau untuk itu?

Aku: Aku mencoba untuk siap. Kita tak akan pernah tahu jika tak mencoba.

Suara hati: Bahkan untuk menghabiskan waktu bersembunyi dari cinta?

Aku: Kenapa tidak? Daripada saat aku mengakui cintaku, cinta itu membuat hatiku hancur berkeping-keping. Lagipula, kau kan menyuruhku menikmati dunia.

Suara hati: Tanpa cinta?

Aku: Cinta sahabat, cinta orang tua, cinta kepada Tuhan, semua berharga.

Suara hati: Kau sudah mulai dewasa.

Aku: Belum. Kau yang satu lagi masih membuatku seperti anak-anak. Yang lari dari tanggung jawab. Yang lari dari masalah.

Suara hati: Well, setidaknya kau juga mencoba untuk jadi dewasa.

Aku: Pokoknya aku memutuskan untuk diam saja.

Suara hati: Hati-hati agar tak kehilangan hati.

Aku: Akan kucoba untuk berhati-hati.

Suasana masih sepi.

Tapi, aku tak menangis lagi.


1 Desember 2009

R.A.


p.s. kalimat yang diutarakan tokoh 'aku' tentang cinta yang hancur berkeping-keping itu saya ambil dari sebuah novel terjemahan. saya sangat suka kata-kata itu.

0 komentar:

Posting Komentar