Salam, Pembaca!
Part empat dari rangkaian fanfiction saya 'Rhapsody at Pelatnas' yang, mohon maaf, mungkin agak sedikit mengecewakan, karena saya masih belajar bikin fanfiction...
Happy reading! :))
>>
Sonya mengakhiri ceritanya, keseluruhan ceritanya ketika dia bicara dengan Eri - well, bicara dan menangis - dan juga ceritanya ketika bertemu dengan Simon.
Randy mengernyitkan dahi. "Kalau mendengar ceritamu tampaknya Kak Simon sendiri yang mendatangimu..."
"Bisa saja dia kebetulan lewat," bantah Tina.
"Kebetulan namanya kalau dia datang dan langsung menyodorkan saputangannya dan tahu hampir segalanya tentang Sonya?" timpal Randy tak mau kalah.
"Yah..." Tina menyerah.
Sonya masih menggenggam saputangan Simon. "Dia tidak bilang apa-apa tentang saputangan ini. Apa dia lupa?"
"Mungkin dia ingin kamu menyimpannya," ujar Tina.
"Mungkin..." sahut Sonya pelan. "Dan aku bahkan belum mengucapkan terima kasih pada Kak Simon. Ya ampun, junior macam apa aku ini."
"Ehm, kembali ke masalah utama, bukan tentang Kak Simon, tapi tentang Eri," sela Randy. "Kamu bilang dia memintamu jadian lagi dengannya?"
"Berapa kali harus kubilang, Randy, dia..."
"Oke, oke, cuma memastikan!" kata Randy sebelum Sonya selesai bicara. "Maksudku, apa sih yang dia pikirkan?"
"Pake bilang 'setelah ketemu Airin baru aku sadar' segala," sahut Tina dengan bibir manyun. "Dasar cowok brengsek, tak punya perasaan, kejam, jahat..."
Sonya senang Tina menjelek-jelekkan Eri.
"Yah, yang jelas sekarang kita tahu bahwa dia memang hanya ingin mempermainkan kamu..." simpul Randy. "Kan sudah kubilang, Sonya, kamu nggak usah pikirin lagi Eri, masih banyak cowok di dunia, lihat tuh, Kak Simon, Kak Hendra, Kak Ahsan, Kak Bona..."
"KAK AHSAN PUNYA AKU!" teriak Tina.
"Santai neng..."
"Tuh Kak Ahsan datang..." ujar Sonya, mengangguk ke arah Ahsan dan Pia yang berjalan mendekati mereka sembari mengobrol.
Samar-samar pembicaraan mereka terdengar.
"...harus tegaskan perasaanmu dong!" desak Pia.
"Iya, aku tahu, cuma aku belum berani..." sahut Ahsan pelan.
"Tapi kalian kan sudah lama! Mestinya dia juga udah siap kan..." Pia masih mencoba berargumen.
"Mungkin."
"Kamu nggak akan tahu kalau nggak mencoba! Ayo, semangat..."
Suara Pia ditenggelamkan oleh sapaan Randy dan Sonya. "Kak..."
Pia tersenyum manis pada mereka bertiga. "Iya..."
Ahsan melempar senyum manisnya, memandang Tina yang ekspresinya datar. Sepertinya Tina kena penyakit tidak-bisa-bicara-sementara-karena-dipandang-orang-yang-disukai.
Pia dan Ahsan melewati mereka, masih berunding soal entah-apa tadi.
Sonya memandang Tina. "Kok kamu nggak nyapa, sih? Kan saat-saat langka tuh... dia tadi senyum sama kamu lho."
"Iya, sayang banget, katanya suka sama Ahsan, gimana sih," protes Randy.
Raut muka Tina berubah cemas dan gelisah. "Mereka bicarain siapa?"
Randy dan Sonya berpandangan, pikiran mereka sama. Dan tanpa mendengar lebih banyak kata dari Tina, mereka berdua tahu bahwa Tina juga mencemaskan hal yang sama.
* * *
Sonya tak pernah begitu ingin mengalahkan Eri sampai sebegini hebatnya. Hari-hari berikutnya dia menolak berada di ruangan yang sama dengan Eri. Sonya mengatakan bahwa dia membenci segala hal tentang Eri, termasuk kuku kakinya. Tina tertawa, tapi tawanya tak pernah serenyah dulu. Dia masih penasaran dengan pembicaraan Pia dan Ahsan kemarin. Sekarang dia benar-benar memandangi Ahsan kemanapun pujaan hatinya itu pergi, sampai-sampai Randy mengejeknya psycho.
Eri pun tampaknya menghindari Sonya hari-hari terakhir ini. Dia lebih sering pergi dengan Airin - sejak dulu memang begitu - latihan bulutangkis di tempat yang berbeda dengan tempat latihan Sonya, pergi makan setelah mengecek apakah Sonya sudah keluar dari ruang makan, dan hal-hal aneh lainnya.
Pada hari pertandingan tampaknya suasana persaingan bertambah sengit. Sonya memandang tajam kepada Eri yang sibuk mengeluarkan raket sambil bicara dengan Airin. Randy menegurnya dengan berkata bahwa tatapan Sonya bisa membunuh seekor kecoa. Sonya mencekik Randy.
Pertandingan pun dimulai.
Randy tak henti-hentinya melakukan drop shot ke arah Airin - yang tampaknya lebih lemah - sementara Sonya memukul kok dengan keras, berniat mengenai Eri. Suatu ketika terjadi rally panjang yang kedua pihak sama-sama berusaha agar kok tidak jatuh ke daerah permainannya. Saat Airin melakukan smash lemah yang menyebabkan kok terbang ke bagian belakang daerah permainan Sonya, Sonya melompat dan memukul dengan keras kok itu - hingga mengenai lengan Eri. Tampaknya smash itu benar-benar keras; Eri kelihatan meringis ketika kok itu menabrak lengannya.
Tina menjerit-jerit kesenangan sampai para senior di lapangan sebelah melihatnya heran. Tetapi Tina tidak begitu peduli kelihatannya.
"Hei, jangan terburu-buru, oke?" kata Randy di sela-sela permainan.
Sonya hanya nyengir. "Balas dendam," katanya tanpa suara.
Set pertama berlangsung sangat cepat. Randy-Sonya menang 21-10, mereka benar-benar tak mengizinkan Eri-Airin mendapatkan lebih banyak angka.
Pada awal set kedua, banyak senior-senior mereka yang sudah selesai latihan dan menonton pertandingan ganda campuran ini. Tina tak menyadari bahwa Hendra duduk di sampingnya. Tina baru sadar waktu dia meloncat-loncat kegirangan melihat jumping smash Randy yang masuk ke daerah permainan lawan yang kosong dan Hendra berkata, "Semangat banget ngedukungnya."
Jantung Tina serasa berhenti berdetak. "Eh... Kakak..." katanya, malu, lalu kembali duduk.
"Kayaknya teman kamu semangat banget mainnya," kata Hendra berkomentar. "Agak terlalu semangat."
"Iya... eh... memang harus semangat kan Kak?" ujar Tina, tak ingin membongkar rahasia bahwa Sonya dan Eri bermusuhan.
"Hmm... iya sih, cuma saya lihat teman kamu pengen banget bolanya mengenai badan lawannya yang cowok... apa ada sesuatu ya..."
Tina meneguk ludahnya. "Cuma masa lalu, Kak..." jawab Tina asal.
"Ooh..." gumam Hendra. "Kalau tanding nanti, jangan pake emosi ya. Santai aja, kayak - siapa namanya tuh, temen kamu yang cowok ?"
"Randy, Kak."
"Si Randy, dia mainnya konsisten, tenang, nggak terburu-buru, nah, kalau temen kamu yang cewek, Sonya, agak emosi mainnya..."
Tina manggut-manggut. "Iya Kak. Nanti saya bilangin."
Kemudian hening, mereka mengamati pertandingan Randy-Sonya dan Eri-Airin yang berlangsung seru.
Sejauh ini Tina masih belum berani memandang langsung Hendra. Tapi, kalimat berikutnya dari Hendra benar-benar membuatnya mendongak.
"Kalau kamu, menurut saya punya potensi besar..."
"Apa, Kak?" Tina menoleh.
"Iya, kamu berbakat sekali. Kamu main di tunggal putri, kan?"
"Betul, Kak..." Tina benar-benar tak menyangka Hendra benar-benar memperhatikannya. "Yah, saya cuma berusaha main baik, nggak niat menang, kemenangan kan nanti ngikut sendiri kalau kita main baik..."
Gantian Hendra yang manggut-manggut. "Kamu benar. Itu juga prinsip saya. Main dengan baik, tidak usah pikirkan menang atau kalah."
Tina tersenyum.
"Tampaknya mereka menang," komentar Hendra, mengawasi lapangan di depan mereka, melihat Randy dan Sonya masing-masing mengekspresikan kegembiraannya sendiri. Randy berteriak sambil berhigh-five, Sonya melompat tinggi-tinggi. Tina, yang setelah Hendra memujinya, memandangi Hendra sekian lama hingga tak melihat pertandingan lagi.
Setelah puas melompat Sonya menghampiri Airin untuk menyalaminya - Randy sudah terlebih dahulu menyalami Eri dan Airin. Ketika dia berhadapan dengan Eri, banyak kata yang ingin diucapkannya dan dia sadar bukan waktu yang tepat untuk menghujani Eri dengan berbagai bentakan di muka umum begini, jadi Sonya hanya menyambut tangan Eri sedetik tanpa mengucapkan apa-apa. Eri memandangi Sonya.
Randy duluan mencapai Tina yang masih terbengong dan tidak sadar akan apa yang terjadi. Hendra tersenyum pada mereka dan beranjak pergi bersama Alvent dan Bona.
"Hoi, Tina," gumam Randy sambil menyentakkan bahu Tina.
Tina berkedip sekali. "Apa?"
"Lagi pedekate ya..." sindir Randy.
"Tidak, kok..."
Sonya berlari menghampiri Tina dan memeluknya. "Kami menang! Kami menang! Dua set langsung! Kamu lihat ekspresi Airin waktu Eri melakukan serve yang tidak sempurna dan malah jatuh di daerah permainan mereka?"
"Emm," jawab Tina.
"Dia tidak nonton dengan serius, Kak Hendra duduk di sampingnya," sindir Randy. "Jadilah mereka ngobrol seru."
"Tidak seru, kok. Biasa saja..." protes Tina. "Kamu melebih-lebihkan."
"Ooh... gara-gara Kak Hendra..." Sonya ikutan. "Pajak jadian nih say..."
"Nggak ada kok!" Tina mulai jengkel dan malu.
"Eh, jangan bilang nggak... bilang aja belum," tawa Randy senang.
Dan ketiga pemain muda itu pun tertawa-tawa di perjalanan mereka menuju ruang makan, sementara Eri hanya bisa memandangi dari jauh.
* * *
Hendra sedang mengikat tali sepatunya ketika Simon mendatanginya.
"Kido mana?" tanya Simon.
"Makan siang duluan... loe gak ikut makan?" Hendra balas bertanya.
"Gue nunggu seseorang," gumam Simon. (ehm, apa Kak Hendra dan Kak Simon saling menyapa dengan gue-loe? saya tidak tahu, red)
Hendra menangkap mata Simon sedang mengawasi Sonya.
"Dia, kan? Terus mau loe kemanain Maria?" sindir Hendra.
"Gue sama Maria kan belum ada ikatan apa-apa, kalian tuh yang bikin gosip."
"Hahaha bercanda bro..." tawa Hendra. "Kalo gitu gue boleh daftar dong sama Maria?"
"Ya, daftar aja, memang kenapa? Loe bukannya tertarik sama yang itu, siapa namanya, Tina?" balas Simon.
Hendra mengangkat bahu, matanya mengamati sosok Tina yang memperagakan smash lemah sekali seperti yang dilakukan Airin tadi. "Iya sih, dia mainnya bagus, gue suka aja ngeliat dia main."
"Jangan ngasih harapan, Hen..." kata Simon bijak. "Kasihan juga ceweknya."
"Tenang aja deh," kata Hendra, bangkit berdiri. "Loe udah denger kabar Ahsan?"
"Yang dia mau nembak gebetannya itu?" tebak Simon.
"Iya, maksud gue yang itu... lama juga dia pedekate, ya," komentar Hendra.
"Yah mau gimana lagi, Ahsan kan sibuk di pelatnas, latihan. Tapi bagus juga kalau mereka jadian. Pernah dengar kalau 'cinta efektif mengobarkan semangat'?" canda Simon.
"Nggak, gue gak pernah denger. Laper gue. Duluan, Mon," Hendra keluar dari tempat latihan.
"Gue juga laper kali," Simon mengikuti Hendra. Matanya masih melihat Sonya dari kejauhan.
* * *
to be continued...
Disclaimer: maaf kalau ada kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca, ini sekali lagi, hanya khayalan saya, tidak ada hubungannya dengan cerita, tempat, waktu, dan orang yang bersangkutan. :)) Murni untuk kepentingan hiburan saja.
P.S. Maaf kalau alur cerita waktu pertandingan tidak saya rinci... dan saya malah memasukkan cerita Tina dan Kak Hendra. --' Saya juga nggak tahu gimana Kak Simon dan Kak Hendra saling menyapa. Ini cuma khayalan saya saja, hahaha. XD
P.S.S. Dimohon komentarnya berupa kritik, saran... :))
R.A.
21 Juli 2010
0 komentar:
Posting Komentar