Salam, Pembaca!
Tulisan ini lanjutan fanfiction sebelumnya 'Rhapsody at Pelatnas', yang berkisah tentang cerita para pemain junior yang baru masuk pelatnas dan bertemu seniornya - atlet idolanya yang selama ini mereka cuma bisa lihat di televisi. Hem... saya sarankan lebih baik kamu baca dulu posting sebelumnya, kalau kamu adalah pembaca baru. Okee? ^^
Happy reading! :))
>>
Sonya masih memandangi pintu yang baru saja dilewati Eri dan Airin untuk keluar dengan wajah penuh tawa bahagia. Sudah lama Sonya tidak tertawa seperti itu. Dan waktu itu hanya Eri lah yang bisa membuat Sonya tertawa lepas - setelah Randy tentu saja. Sonya kaget ketika, lima detik setelah punggung Eri dan Airin menghilang di balik pintu, muncul Randy dan Tina yang terlihat serius membicarakan sesuatu.
"Kami sembunyi di sebelah pintu, tidak kelihatan oleh mereka," jawab Tina, menjawab pertanyaan Sonya yang tidak diutarakannya. "Apa yang terjadi? Kenapa mukamu seperti itu?"
Sonya bahkan tidak sadar bahwa mukanya cemberut sejak Eri meninggalkannya tadi. Dia buru-buru mengubah ekspresi wajahnya. "Memang kenapa mukaku?" tanyanya pura-pura tak tahu.
"Masam," jawab Randy. "Apa yang dikatakannya?"
"Dia minta aku ketemu dia di halaman belakang tempat latihan besok. Huh, memangnya aku akan peduli, terus datang menemui dia..."
Sonya disela Tina. "Datang saja dan tanya apa maunya."
"Sudah kutanya tadi, tapi dia bilang saat ini bukan saat yang tepat. Ada Airin," Sonya manyun saat mengucapkan nama gadis itu.
"Memangnya kalau ada Airin kenapa?" tanya Randy.
"Tidak tahu, dia tidak bilang, dan aku tidak tanya, memangnya aku peduli."
"Tapi, aneh lho Sonya," kata Tina, terdengar serius sampai Sonya penasaran dan memandang Tina yang tampak berpikir. "Kalau dia tidak ingin Airin mengetahui kamu diajaknya bertemu, pasti ini sesuatu yang sangat rahasia..."
"Ya, ya, mungkin dia tidak mau Airin tahu bahwa sebenarnya dia masih menyukaimu..." kata Randy.
"Masuk akal," kata Tina. "Airin suka pada Eri, tapi Eri masih suka pada Tina, jadi..."
"Oh, apa sih masalahnya? Sudah kubilang tidak mungkin Eri menyukaiku! Oke? Kami sudah putus!" ujar Sonya keras.
"Pelankan suaramu," Tina bergumam. "Orang-orang melihat kita."
Randy menangkap pandangan dari Pia dan Greys. Tina melihat sekilas Ahsan mengangkat alisnya, lalu kembali mengobrol dengan Bona. Tina masih memandangi Ahsan penuh harap, lalu menghela napas panjang sekali dan kembali menghadap teman-temannya.
"Ngomong-ngomong soal ngeliatin, " kata Randy, melepas topik yang sejak tadi membuat gusar sahabatnya, "dari tadi Kak Simon ngeliatin kamu."
Sonya tertarik pada informasi ini. "Yang benar ah."
"Betulan. Kami melihat dari celah pintu. Kak Simon benar-benar ngeliatin kamu dan Eri waktu kalian bicara. Penuh perhatian," kata Randy dramatis.
Sonya melirik Tina seolah ingin memastikan bahwa Randy tidak berbohong.
"Apa? Benar kok, aku juga melihatnya," kata Tina.
"Yeah, yeah, dan Tina diliatin Kak Hendra terus dari tadi," sindir Randy.
"Tidak mungkin, sudah kubilang padamu, tidak mungkin," kata Tina, menolak percaya seperti Sonya menolak percaya bahwa Simon melihatnya sedari tadi. Tapi Tina melirik ke meja Hendra. Rupanya benar. Hendra sedang memandang Tina. Mata mereka berpandangan meski hanya sesaat, karena Hendra langsung mengalihkan pandangannya, namun dengan gaya cool-nya. Tina berkedip, agak salah tingkah, dan memandang Randy yang sedang mengawasinya sambil nyengir.
"Betul, kan?"
Sekejap hening. Randy mencuri pandang ke arah Greysia yang sedang menjahili Butet dan Vita. Tina melirik ke arah Ahsan dan Hendra berkali-kali, seolah hendak memutuskan mau memilih yang mana. Sonya memainkan sendok supnya.
"Dia serius sekali waktu bicara denganku tadi," kata Sonya, dan tanpa perlu menyebutkan nama, Randy dan Tina sudah paham siapa yang dibicarakan Sonya. "Tapi yang membuatku heran, dia langsung bisa tertawa bersama cewek itu, padahal dia baru saja bicara serius denganku. Membuatku jadi berpikir apakah pertemuan yang dia minta aku untuk datang itu betulan atau hanya trik untuk menggodaku saja."
"Sudah kubilang, datang saja, dan kamu akan tahu nanti apakah dia serius atau tidak," saran Tina.
"Betul," gumam Randy, kali ini matanya terarah ke Maria Kristin yang sedang tersenyum melihat Vita yang mengomel.
"Matamu balikkan ke tempatnya," Sonya memukul keras bahu Randy. "Kakak-kakak itu sudah ada yang punya."
"Aduuh, sakit," Randy meringis, dan kali ini matanya menangkap pandangan kesal Sonya. "Maaf, maaf."
"Tidak ada yang tidak mungkin, Sonya," ujar Tina. "Semuanya mungkin, hanya persentase kemungkinan itu bervariasi."
"Eri bisa saja masih suka padamu - dengarkan dulu," tambah Randy, melihat mulut Sonya yang sudah terbuka untuk mulai memprotes. "Mungkin saja, lho, tapi yang jelas aku tidak tahu seberapa besar dia menyukaimu. Mungkin dia menyesal, sudah memutuskanmu dengan cara seperti itu."
"Mungkin dia cuma mau minta maaf atau apa," sambung Tina.
Randy mengangguk mengiyakan.
Sonya memandang kedua sahabatnya. Otaknya berpikir keras.
"Lihat nanti saja deh."
* * *
Sonya sebenarnya berharap pelatih menambah jam latihan sehingga dia punya alasan untuk tidak menemui Eri jam setengah dua belas siang. Tetapi rupanya pukul sebelas latihan sudah usai karena pelatih harus pergi buru-buru. Latihan ditunda sampai jam tiga sore nanti.
"Takdir berpihak pada Eri rupanya," gumam Tina pelan hingga nyaris tak terdengar, tapi Sonya masih bisa mendengarnya. Sonya sedang menggelitiki Tina sampai Tina mengeluarkan air mata saking serunya tertawa ketika Randy datang dengan penuh cucuran keringat.
"Bagaimana Kak Hendra?" tanya Tina.
Hari itu Randy latihan dengan Hendra sebagai lawannya.
"Keren," kata Randy.
Tina dan Sonya memandang Randy ngeri.
"Ya ampun, maksudku permainannya," kata Randy, sadar akan apa yang dipikirkan kedua gadis itu. "Aku menang set pertama, tapi setelah itu Kak Hendra memimpin terus sampai set ketiga. Dia yang menang."
Tina tersenyum penuh arti.
"Kenapa kamu senyum-senyum?" tanya Sonya pada Tina.
"Tidak, aku..."
"Oh, dan Kak Hendra nanyain kamu," kata Randy menimpali. "Tina," tambahnya, takut Sonya salah paham.
"Nanya apa?" tanya Tina.
"Dia nanya apa aku kenal sama kamu, kubilang ya, kenal sekali, dan dia bilang kamu bagus mainnya, keren juga, katanya gitu," jawab Randy asal sambil memandang Tina. "Dia titip salam."
"Oh," gumam Tina, berusaha terdengar tidak terlalu antusias, padahal jantungnya berdebar kencang. "Salam balik."
"Ucapkan sendiri."
Tina mencekik Randy.
Sonya terlalu sibuk tertawa sehingga tidak melihat ataupun mendengar seseorang datang ke arah mereka.
"Sonya?"
Yang dipanggil menoleh ke arah datangnya suara.
"Eri," kata Sonya datar.
"Bisa bicara sekarang?" tanya Eri penuh harap.
Tina dan Randy berpandangan. Sonya menolak memandang Eri sejenak, sibuk berpikir.
"Hmm," adalah yang digumamkan Sonya. Eri menganggap itu adalah 'ya'.
"Pinjam dulu, ya," ujar Eri nyengir, yang dianggapnya bercanda, tapi Randy dan Tina tidak tersenyum sedikitpun. Cengiran Eri perlahan memudar.
* * *
to be continued...
Disclaimer: maaf kalau ada kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca, ini sekali lagi, hanya khayalan saya, tidak ada hubungannya dengan cerita, tempat, waktu, dan orang yang bersangkutan. :)) Murni untuk kepentingan hiburan saja.
P.S. Disini saya belum memasukkan dialog para atlet yang betulan... mungkin di part tiga akan muncul seseorang yang 'berkesan' di hati para pembaca sekalian. ^^
P.S.S. Agak sedikit lebih singkat dari fanfiction sebelumnya... mohon diberi saran, kritik... terima kasih...
R.A.
20 Juli 2010
0 komentar:
Posting Komentar