Kala Hujan Turun
Salam, Pembaca!
Kali ini saya membuat sebuah prosa pendek. Yah, masih agak ancur-ancuran dan nggak jelas, seperti biasa. =='
Happy reading! :))
>>
Kana masih mendengarkan suara hujan dari kamarnya. Seharian ini hujan turun, seperti tanpa jeda, dengan intensitas yang berbeda-beda setiap jamnya, dan puncaknya adalah pukul tiga sore tadi, hujan turun sangat deras hingga suara musik klasik yang mengalun lembut di kamarnya tak terdengar sama sekali. Kana sudah mematikan radio tapenya, dan mendengarkan rintik hujan yang masih deras.
Kana sebenarnya membenci hujan.
Kana kehilangan orang-orang yang disayanginya ketika hujan turun. Pertama guru bahasa Inggrisnya, Ms. Minami; kedua kakak laki-lakinya, Ichiru; ketiga pacarnya, Daichi.
Ms. Minami meninggalkan Kana dengan cara yang tragis. Kecelakaan di depan sekolah. Sebuah sedan menabrak Ms. Minami yang hendak menyeberang jalan. Ms. Minami tidak melihat sedan yang melaju ke arahnya karena hujan turun dengan deras. Kecelakaan yang terjadi tepat di depan Kana. Dan Kana masih tidak bisa melupakan air hujan yang mengalir ke gorong-gorong begitu deras bercampur dengan warna merah. Waktu itu Kana melempar payung plastik beningnya dan lari menghampiri tubuh Ms. Minami yang tergolek lemah. Kana ingat senyuman terakhir Ms. Minami.
Ichiru berniat melanjutkan kuliahnya di Harvard University. Hanya Kana yang mengantarnya ke bandara karena kedua orang tua mereka masih di Itali, mengurus perusahaan disana. Kana sangat tidak ingin Ichiru pergi, karena Ichiru lah satu-satunya teman Kana di rumah yang bisa menemani Kana kapanpun Kana butuh teman. Ichiru berkata bahwa dia akan pulang setahun lagi. Janji Ichiru yang disertai hujan rintik-rintik itu tetap diingat Kana hingga saat ini. Kana selalu berharap bahwa Ichiru selalu mengingatnya setiap hujan turun.
Daichi adalah seorang pemain band, pemegang bass. Suatu hari Daichi dan bandnya mengikuti sebuah perlombaan dan lolos ke babak semifinal. Pada hari semifinal, tak disangka pemetik bass 'keberuntungan' milik Daichi ketinggalan di rumah. Daichi tidak pernah manggung tanpa memakai pemetik bass itu. Dia menelepon Kana pada hari hujan lebat itu dan berkata akan pulang mengambil pemetik bassnya. Kana yang seharian itu gelisah, memaksa Daichi untuk tinggal di tempat lomba dan membiarkan Kana yang akan datang membawakan pemetik bassnya. Daichi berkata Kana baik sekali dan dia menyayangi Kana. Kana sudah setengah jalan menuju tempat lomba ketika dia melihat kerumunan orang mengelilingi seorang pemuda yang terbaring di jalan. Daichi tertabrak bus ketika hendak memotong jalan untuk pulang mengambil pemetik bassnya.
Kana mencatat semua kejadian saat orang-orang yang disayanginya meninggalkannya: Ms. Minami pergi tanggal 1 Februari, Ichiru berangkat tanggal 3 April, dan kematian Daichi pada tanggal 5 Juni. Semua membentuk pola 1-2, 3-4, 5-6. Entah apa maksudnya, tapi Kana merasa ini bukanlah kebetulan biasa. Ini pasti takdir yang sudah direncanakan Tuhan padanya.
Lalu Kana tersentak. Hari ini tanggal 7 September. Kalau sesuatu akan terjadi pada hari ini, maka pola tanggal itu akan menjadi 1-2, 3-4, 5-6, 7-8.
Tapi Kana menolak untuk mempercayai bahwa hari ini dia akan kehilangan seseorang yang disayanginya. Dia tak mau kehilangan lagi. Dia tak mau kehilangan kasih sayang lagi. Dia takut akan rapuh lagi.
Maka Kana menangis, meminta, memohon pada Tuhan agar hari ini tak ada siapapun yang menghilang dari hidupnya. Kehilangan tiga orang yang berharga di dalam dirinya sudah cukup pahit; apa mesti ditambah menjadi empat? Empat, angka kematian?
Tak ada yang mendengar Kana menangis di kamarnya. Selain karena hujan turun sangat lebat, Kana juga tak meminta siapapun untuk mendengarnya menangis. Kana terbiasa menyimpan semua perasaan sendirian. Semua perasaan sedih, kesal, jengkel, marah, kecewa, Kana simpan sendiri. Kadang itu menyakitkannya, tapi Kana tak mau orang lain menganggapnya drama queen yang selalu terlihat sedih dan mendramatisir setiap keadaan. Kana memang selalu sedih. Tak ada orang yang bisa menyalahkannya. Kana sangat pintar berpura-pura.
Kemudian Kana dikagetkan dengan suara ketukan keras pintu kamarnya. Ada yang mengetuk pintu kamarnya dari luar. Kana tak bersusah payah menghapus air matanya; toh paling yang datang hanya pelayannya yang berniat membawakan makanan, atau apa. Sejak pagi Kana tak nafsu makan dan berkurung di kamarnya. Kedua orangtuanya sedang pergi ke Osaka.
Kana membuka pintu, dan dugaannya benar; pelayannya datang membawa senampan roti bakar yang menumpuk tinggi beserta segelas susu dan segelas jus jeruk. Tapi tak hanya itu yang dibawa pelayannya; dia juga membawa informasi bahwa seseorang menunggu Kana di ruang tamu.
Sambil mengunyah roti bakarnya, Kana beranjak menuju ruang tamu dan mendapati Satoru, teman sekelasnya, sedang duduk santai di sofanya. Kana mempersiapkan diri untuk mendengar hal paling buruk; salah satu sahabatnya pergi, misalnya.
Tapi yang diharapkan Kana tak pernah terjadi.
Satoru justru berkata: "Saya cinta kamu."
R.A.
0 komentar:
Posting Komentar