Salam, Pembaca!
Keadaan hati saya sedang galau. Bimbang sekali. Tapi apapun yang terjadi, ku kan selalu ada untukmu (?) ahahah bercanda saja saya. Maksud saya, saya akan tetap menulis untuk memenuhi hasrat saya (?) hehehe.
Happy reading! :))
>>
Simon terlihat salah tingkah melihat ekspresi Maria.
Greys mengangkat alisnya. "Hayoooo..." candanya.
"Hahahahah..." tawa Simon gugup. Dia menurunkan tangannya dari kepala Sonya.
Maria mulai merubah ekspresinya. "Woooo..." sedikit senyuman muncul.
Sonya tambah gugup lagi. "Eh..."
Greys tampak senang. "Mon, loe yang konsisten doong, Marsel ya Marsel aja, Sonya ya Sonya aja..."
Simon tertawa lagi. "Iya gue konsisten kok Greys... hahaha."
"Nah itu ngapain ngelus Sonya?"
"Cuma ngacak rambut Sonya aja..."
"Alasannya?"
"Gemes..."
Simon tertawa. Sonya menunduk, tak berani menatap Maria ataupun Greys ataupun Simon.
Greys manyun. "Itu tandanya loe masih belum konsisten, Mon!"
Maria tersenyum. "Udah deh Greys... hehehe jangan sindir-sindir Simon terus ah."
"Yaah lu gue belain malah lu belain Simon, gimana sih lu Sel..." sahut Greys cemberut.
"Emang apa salahnya sih ngacak rambut adek sendiri...?" tanya Simon bercanda.
Kali ini Sonya mendongak.
Adik. Cuma sebatas itukah perasaan Kakak terhadapku?
"Oooh, loe sembunyi di belakang kedok 'adik', yaaa," kata Greys. "Ntar tiba-tiba jadian, loe masih ngeles juga? Ckckckckck."
Maria tersenyum. "Sudahlah..."
Simon agak sedikit gugup mendengar Maria. Diliriknya gadis itu, yang kemudian memberinya pandangan menenangkan.
Sonya melihatnya, dan bingung sendiri mengartikan pandangan Maria pada Simon. Yang dapat ia tangkap, Simon kelihatannya mulai rileks.
* * *
"Oke, mau nonton apa?" tanya Kido sesampainya mereka di bioskop.
"Film horor terbaru," kata Shendy nyengir.
"Nggak mau," Sonya, Pia, Nitya dan Maria serentak menolak mentah-mentah.
Tina menggaet tangan Hendra.
"Kenapa, Dek?" tanya Hendra tersenyum pada kekasihnya. "Takut nonton film horor?"
"Ah, ntar kalo ada apa-apa kan kamu bisa peluk Hendra, Tin..." kata Febe iseng.
"Terus gue peluk siapa dong kalo ada apa-apa?" tanya Greys cemberut. "Frans kan gak ada..."
"Elo mah bisa jaga diri sendiri, ngapain peluk-peluk orang, gak ada juga yang mau dipeluk ama elo, hahahah..."
Sebelum Ahsan selesai bicara, Greys sudah meninju bahunya keras-keras.
"Sirik! Huh! Bilang aja lo kangen dipeluk gue!"
Sontak terdengar seruan usil dari kerumunan kecil itu.
"Cieeeeee..." kata Bona.
"CLBK," komentar Hayom. "Hahahahahaha."
"Heeei, gue telepon Frans nih yaaaa... hehehehe," ujar Alvent iseng, sambil mengutak-atik ponselnya.
"JANGAAAAAAAN," tolak Greys memelas.
"Ciiieeeeeeee," gumam Febe dan Shendy berbarengan. "Awas lho Greys, jangan-jangan..."
"Apaan sih, udah ah," kata Ahsan menyela. "Gue ama Greys cuma sahabat."
"Duluuuuu," tambah Nitya.
"Sekarang juga," tegas Greys.
"Iya," gumam Ahsan mengangguk, mempertegas.
"Waaah, tumben akuur, dulu sering berantem padahal, hahahaha," sindir Shendy.
"Heeei, sudahlah, kasihan mereka, jangan disudutkan gitu doong," cegah Maria sebelum mereka berbuat lebih jauh (?).
"Iya, lagian kan mereka sekarang udah bareng pasangannya masing-masing, jadi mending kita sekarang doain supaya mereka langgeng..." tambah Simon.
"Cieeeeeee..." terdengar sorakan ramai lagi.
"Sekarang kalian berdua nih yang kompak," komentar Hendra.
"Waaaah, nggak benar ini, jangan-jangan ada affair ya, ahahahaha," canda Yunus.
Sonya hanya terpaku di tempatnya.
Simon melirik Sonya. "Nggak kok. Udah ah. Mau nonton apa niih?" pandangannya terarah pada Sonya.
Sonya baru sadar dia dipandangi Simon yang menunggu jawabannya. "Hah? Saya? Terserah Kakak aja deh..." senyumnya.
"Jiaaaaah udah terserah-terserah aja nih, jangan-jangan..." sindir Shendy, tapi tak meneruskan kalimatnya.
"Shendy, jangan gosip deh..." kata Maria. Senyumnya menawan, tapi juga memperingatkan.
Age mengangkat alisnya. "Wheeeew! Ayo. Kita nonton film fiksi itu aja. Tentang mitos Yunani."
"Jangaaan, bikin ngantuuuk!" tolak Febe.
"Action?" usul Age lagi.
"Kekerasan," komentar Nitya, diiyakan Tina.
"Gimana kalau 'Masa-masa Kejayaan Abraham Lincoln'?" saran Shendy ngasal.
"Asal baca aja ya lo Shen," timpal Age datar.
"Gue berani taruhan seribu dolar Zimbabwe kalo kita semua bakal tidur kalo kita nonton film macam itu," kata Yunus.
"Lebai lo ah," komentar Bona.
"Zzzzzzz."
"Ya udah, itu ada film kartun, siapa yang mau..."
Bahkan sebelum Kido selesai bicara, semua orang sudah mulai protes.
"Anak kecil yang mau nonton film itu!" (--> sindiran tajam euy...)
"Mending gue pulang nonton film Korea di laptop gue..." (--> kira kira ini protesannya siapa yaa ahahaha :p)
"Masih ada yang lebih bagus, Bang..." (--> kalau bukan Pia, ya Bona...)
"Belajar dewasa dong!" (--> sadis!)
"GRRR." (--> siapa yang menggeram ini?)
Kido manyun. "Iya deeeh, mangap, mangap..."
"Mulut Uda yang mangap... zzzzz." (--> kayaknya ini Pia)
"Itu deeeh, ada film bagus, dokumenter bencana gitu..." usul Tina. (film macam apa ini? zzzz)
"Oke, semua setuju?" tanya Kido sebagai ketua geng. (:p)
Tidak ada yang protes, maka perdebatan tentang film pun berakhir, dan Kido membeli tiket untuk mereka semua.
* * *
"Sudah kuduga akan begini jadinya..." komentar Greys galau.
Mereka bertujuhbelas dibagi menjadi dua barisan. Sembilan di baris atas, delapan di bawahnya.
Urutan sembilan orang diatas adalah: Kido, Pia, Bona, Maria, Alvent, Nitya, Age, Shendy, dan Hayom. Di barisan bawah: Hendra, Tina, Simon, Sonya, Ahsan, Greys, Yunus, Febe.
"Kenapa dapet jackpot dua kali sih," gumam Sonya dalam hati. "Seneng sih, seneng... tapi nggak enak sama Kak Marsel..."
Sonya sudah akan meminta untuk pindah duduk ke kursi Maria. "Mbak Sel..."
"Iya, Dek?" tanya Maria yang tersenyum manis.
Tetapi Simon keburu mendengar percakapan itu dan menyuruh mereka diam. "Ssst, tuh filmnya udah mau mulai..."
Sonya pun kembali duduk (agak tidak nyaman) di kursinya. Berusaha menikmati film.
Tapi Sonya sama sekali tidak bisa tenang. Dia bisa mendengar desahan napas Simon di sebelahnya. Dia juga bisa merasakan tatapan tajam Maria dari bangku belakangnya.
Ini benar-benar tidak nyaman.
Tina malah merasa sebaliknya. Dia tenang sekali di sebelah Hendra. Meski begitu matanya tak bisa mengalihkan pandangannya ke Ahsan dan Greys yang duduk bersebelahan. Sesaat pikirannya teralihkan oleh pembicaraan mereka ketika berdebat tentang film tadi. Tentang Hayom yang berkata 'CLBK' pada Ahsan dan Greys. Benarkah mereka dulu sempat berpacaran, lalu putus? Atau, mereka saling suka, tetapi tak bisa mengutarakannya? Aah, Tina bingung.
Kemudian ditatapnya Hendra.
"Kenapa?" tanya Hendra tersenyum.
"Enggak," gumam Tina, membalas senyumannya.
Tina sedang belajar bersyukur.
Greys dilema. Ahsan di sebelahnya. Sudah lama Greys tak memandang Ahsan dari samping. Dulu itulah yang disukai Greys. Postur tampak samping Ahsan yang memesona.
Ahsan sadar dirinya dipandangi. "Kenapa lo?" tanyanya datar.
Greys mengangkat alis. "Kagak," gumamnya, agak sedikit malu. Ia teringat Frans.
Ahsan tampak salah tingkah, lalu menaikkan kacamatanya. "Gimana... lo sama Frans?"
"Gue?" Greys kaget ditanyai seperti itu. "Baik-baik aja kok. Lo gimana?"
"Hahah... lagi mesra-mesranya..."
"Iyalah, baru jadian, hahahaha."
"Nah, itu tau."
"Soalnya gue juga gitu," gumam Greys senang.
"Cieeeeee..."
Greys tersenyum. Betapa menyenangkannya masih bisa tertawa dengan orang yang dulu ditaksirnya, sahabatnya kemanapun ia pergi, dan sekarang, setelah mereka masing-masing punya pasangan, mereka masih bisa sedekat ini. Sebagai teman dekat.
Greys juga sedang belajar bersyukur. :))
* * *
to be continued...
Disclaimer: maaf kalau ada kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca, ini sekali lagi, hanya khayalan saya, tidak ada hubungannya dengan cerita, tempat, waktu, dan orang yang bersangkutan. :)) Murni untuk kepentingan hiburan saja.
R.A.
5 September 2010
Seru niii...,lanjutannya mana kok ga ada ya..?? :(
BalasHapusnice ff
BalasHapus