Kamis, 28 Oktober 2010

, , ,

Me, Myself, and I

A daily conversation between me, myself, and I.

Myself: "Serius kamu mau berhenti?"

Me: "Yup."

I: "Kenapa?"

Me: "Karena sudah tak ada yang bisa diperjuangkan lagi."

I: "Meskipun kamu berusaha, mencoba, berharap, berdoa?"

Me: "Tetap saja ada hal-hal yang tidak akan terkabul."

Myself: "Kurasa aku paham perasaanmu."

Me: "Aku sudah tidak punya alasan untuk berjuang."

I: "Aku tidak paham. Kenapa kamu tidak mencoba membuat alasanmu sendiri?"

Myself: "Karena dia terlalu jauh untuk dicapai. Ya kan?"

Me: "Benar."

Myself: "Dan kamu terlalu sakit hati dengan 'mencoba' mencintainya."

Me: "Yup."

I: "Aku masih tidak paham. Bukankah kamu tulus menyukainya?"

Me: "Aku memang tulus. Buktinya, aku tidak berhenti berharap. Aku tidak akan pernah bisa benar-benar berhenti berharap. Tetapi, aku sudah menyerah untuk memilikinya."

Myself: "Lagipula, buat apa mengejar yang kemungkinan kecil kita bisa memilikinya? Lebih baik melihat ke depan dan menghadapi apa yang sudah ada. Belajar bersyukur."

I: "Maksudmu, belajar mencintai seseorang yang mencintai kita dan mengenalnya lebih dekat?"

Me: "Ya, itu lebih menyenangkan, kan?"

Myself: "Karena rasanya menyenangkan kalau kita tahu ada yang mencintai kita. Yang selalu memperhatikan kita. Yang selalu menunggu kita."

Me: "Melihat orang yang selalu melihat kita."

I: "Dan melupakan orang yang tidak melihat kita?"

Myself: "Ralat: tidak BISA melihat kita."

Me: "Atau tidak mau karena sudah terikat."

I: "Dalam kasusmu, dia belum terikat."

Myself: "Setidaknya hatinya sudah terikat."

Me: "Dan akan sangat susah untukku masuk dalam hati itu."

I: "Kamu sudah coba?"

Me: "Mencoba, dan gagal."

I: "Dan kamu sudah menyerah?"

Myself: "Karena tidak ada alasan lagi untuk memperjuangkan apapun."

I: "Bahkan untuk menjadi dirimu sendiri dan membiarkan dia yang memperhatikanmu?"

Me: "Aku baru sadar bahwa itu hanya khayalan belaka."

Myself: "Yang hanya sepersekian ratus persen kemungkinannya akan jadi nyata."

Me: "Begitulah."

I: "Well, semua terserah padamu. Setiap orang punya caranya masing-masing. Tapi, kalau terjadi sesuatu, aku siap menemanimu."

Myself: "Ya, karena kita satu."

Me: "Maksudnya?"

Myself: "Aku, kamu, dia, kita sama. Satu tubuh. Satu badan. Satu jiwa."

Me: "Jadi, pembicaraan ini terjadi dimana?"

I: "Entahlah, mungkin pikiranmu?"

Myself: "Bisa juga hatimu."

Me: "Hatiku sudah rusak."

I: "Kalau begitu perbaikilah."

Myself: "Secepatnya."

Me: "Akan kucoba. Tapi aku butuh bantuan kalian."

Myself: "Selalu."

I: "Jangan khawatir."

Me: "Terima kasih."

0 komentar:

Posting Komentar