Minggu, 19 Desember 2010

, , , ,

Lucy's Love Story (Prologue + Chapter 1)

Title: Lucy's Love Story
Author: antiquelaras
Casts: Lucu Rothbelle (introducing), Draco Malfoy
Genre: Fantasy, Romance, Magic
Disclaimer: semua karakter dalam serial Harry Potter adalah ciptaan J.K. Rowling. As for Lucy Rothbelle, she is my imaginary character :)

>>
PROLOG

Lucy Rothbelle adalah seorang anak kelas lima Ravenclaw, berdarah-campuran. Lucy juga adalah anggota Laskar Dumbledore.

Tahun ini dia disibukkan dengan berbagai tugas yang dibebankan oleh nyaris semua guru di Hogwarts dengan dalih anak-anak kelas lima akan mengikuti tes OWL.

Tetapi masalah Lucy tidak hanya tugas-tugas yang menumpuk memenuhi pikirannya - dan memenuhi meja di samping tempat tidurnya di asrama. Tahun ini Lucy juga menyadari kenyataan bahwa ada yang lain yang menyita perhatiannya.

Draco Malfoy.

Lucy menyadari bahwa dia begitu memperhatikan Malfoy. Bagaimana tahun ini Malfoy terlihat begitu pucat dan cemas setiap saat. Puncaknya adalah saat Lucy menulis Surat dalam Secarik Perkamen ketika Malfoy dirawat di rumah sakit akibat mantra Sectumsempra yang diteriakkan Harry di toilet anak laki-laki.
<<

>>
CHAPTER 1

Lucy Rothbelle sedang sibuk mengerjakan tugas Herbologinya di perpustakaan, sendirian. Madam Pince di kantornya, menyeleksi buku-buku baru. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam.

Tiba-tiba terdengar suara langkah cepat yang menyusuri koridor. Madam Pince, yang telinganya setajam kelinci, mendengarnya dan langsung berjalan cepat ke arah pintu perpustakaan.

"Hei, kau! Dilarang berlari di koridor!" teriaknya pada anak laki-laki yang berlari itu. Anak itu memelankan langkahnya ketika mendekati Madam Pince.

"Saya mencari Lucy Rothbelle," engah anak laki-laki itu. "Saya dengar dia ada di perpustakaan?"

"Miss Rothbelle?" tanya Madam Pince, mengangkat alisnya heran. "Untuk apa kau mencarinya?"

"Umm, hanya ingin bertemu," ujar anak itu ogah-ogahan.

"Dia ada di seksi Herbologi," jawab Madam Pince, masih mencurigai anak laki-laki itu.

"Terima kasih," kata anak itu, lalu menuju seksi Herbologi, tempat Lucy masih mengerjakan tugas dari Profesor Sprout.

Lucy manyun, melihat tugasnya masih sepuluh senti lagi dari batas minimal panjang perkamen yang ditugaskan Profesor Sprout. Dibaliknya buku tebal di hadapannya, mencari bab yang cocok, lalu menyalinnya ke perkamennya. Saking seriusnya hingga ia tak mendengar langkah yang mendekatinya.

"Kau Lucy Rothbelle?" tanya seseorang.

Lucy mendongak, lalu tanpa sadar mulutnya terbuka. Setetes tinta jatuh dari pena-bulunya yang terhenti, membuat bulatan hitam kecil di perkamen tugasnya.

Draco Malfoy berdiri di depannya sambil mengangkat alisnya.

* * *

"Apa kau Lucy Rothbelle?" tanya Draco lagi.

Lucy masih ternganga, tetapi dia segera menguasai dirinya. "Ya, aku Lucy..."

"Kau yang menulis ini?" tanya Draco, menarik kursi di depan Lucy dan menyodorkan secarik perkamen. Surat Lucy yang ditulisnya ketika dia menjenguk Draco di rumah sakit.

"Ya, aku yang menulisnya," jawab Lucy tegas. "Maafkan aku," katanya, menunduk malu. "Aku bodoh menulis itu, padahal aku tahu kau menyukai Pansy..."

"Apa kau bersungguh-sungguh?" sela Draco.

"Apa?" Lucy mendongak. "Tentang?"

"Tentang semua ini," gumam Draco, mengetuk-ngetuk perkamen berisi surat Lucy yang digelar di meja. "Tentang perasaanmu padaku."

Wajah Lucy memerah. Dipandanginya Draco dalam-dalam, dan mendadak debaran di jantungnya semakin cepat. Dia menarik napas panjang sambil tetap memandang Draco yang balas menatapnya.

"Ya," kata Lucy. "Ya, aku serius."

Draco terlihat kaget sejenak, tetapi lalu tersenyum. "Terima kasih."

"Sama-sama," balas Lucy, tetapi dia menunduk. Memandangi tugasnya yang tinggal lima senti lagi. Menghilangkan noda hitam di perkamennya dengan tongkat sihirnya. Tetapi yang dia lakukan malah membuat lubang kecil di perkamennya akibat salah mengucap mantra.

Draco memperhatikannya.

Lucy bergetar. "Reparo," dengan suara nyaris menangis. Tongkatnya bergetar.

Lalu Draco menangkap tangan Lucy yang bergetar. Perkamennya bolong lebih besar. Lucy menjatuhkan tongkatnya ketika menyadari Draco memandangnya.

"Biar kubantu," kata Draco, mencabut tongkatnya sendiri, lalu mengucapkan mantra perbaikan. Perkamennya kembali seperti semula, tanpa noda, tanpa lubang.

"Trims," gumam Lucy.

Draco masih memandangi Lucy dan suratnya, bergantian. "Kau tahu?"

Lucy menengadah.

"Aku bertanya pada Michael Corner tentang anak Ravenclaw yang berinisial L.R., dan dia menyebutkan namamu. Aku menghabiskan waktu seharian penuh mencarimu."

Lucy tergagap. "Mencariku seharian? Kau... sudah sembuh?"

"Seperti yang kau lihat."

Draco, sejujurnya, masih tampak pucat.

"Kau tampak pucat."

"Beginilah aku."

"Tidak, aku tahu kau. Kau tidak sepucat ini saat sehat."

"Sampai sebegitukah kau memperhatikanku?"

Lucy mendadak menutup mulutnya, menyadari bahwa dia salah bicara. "Errr."

"Aku sungguh-sungguh berterima kasih untuk itu."

Draco terdengar bersungguh-sungguh. Lucy memberanikan diri menatapnya lagi.

"Justru aku yang harus minta maaf," gumam Lucy.

"Untuk apa?"

"Untuk... semuanya."

"Untuk mencintaiku sepenuh hati?"

Lucy tidak menjawab, yang dianggap Draco sebagai jawaban 'ya'.

"Dengar, entah apa yang merasukiku saat itu hingga bisa menulis surat itu padamu. Aku... aku seharusnya sadar sejak awal. Kau mencintai Pansy. Pansy mencintaimu. Aku harusnya sadar bahwa aku tak punya kesempatan. Darah-Campuran. Kupikir bagimu itu sama saja dengan Kelahiran-Muggle. Karena kau Darah-Murni. Aku benar-benar bodoh."

Draco diam mendengarkan Lucy menangis.

"Sst," kata Draco kemudian,  ketika menyadari bahwa Lucy tidak meneruskan. "Kau mau tahu sesuatu?"

Lucy menengadah.

"Aku juga bingung, entah apa yang merasukiku hingga keinginan untuk mencari si penulis surat itu begitu besar."

Mata Lucy membesar.

"Kau tidak bodoh. Justru kau pemberani. Dan, aku salut padamu karena berhasil mengalihkan perhatian seorang Malfoy."

Lucy mengangkat alisnya.

Draco tertawa. "Belum pernah ada gadis yang menarik hatiku seperti penulis surat ini."

Wajah Lucy semakin merona. "Kau tidak perlu membuatku senang."

"Tidak, aku serius," jawab Draco jujur. "Aku benar-benar penasaran denganmu."

"Maaf kalau aku ternyata tidak sesuai dengan harapanmu," tambah Lucy.

"Aku suka suratmu, kau keberatan?" sela Draco. "Itu mengalahkan segalanya."

"Surat bisa berbohong."

"Kau tidak berbohong," kata Draco jelas, dan tegas.

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Oh, hanya menelusuri kata-katamu dengan mendalam."

"Bagaimana bisa itu membuatmu tahu?"

"Semuanya begitu tulus. Mengalir apa adanya."

Lucy diam.

"Aku..."

"Kenapa kalian berdua masih mengobrol?" tegur Madam Pince. "Ini sudah larut, kembalilah ke asrama kalian... masing-masing," tambah Madam Pince, melihat perbedaan lambang asrama pada jubah Lucy dan Draco.

Draco bangkit dan keluar perpustakaan, sementara Lucy masih membereskan buku-bukunya. Lucy mengira Draco begitu jahat hingga meninggalkannya sendirian, sampai dia keluar dan mendapati Draco masih berdiri di lorong perpustakaan.

Lucy sekarang mengira Draco menunggunya.

"Ayo," Draco mengulurkan tangannya.

Lucy bingung, meremas-remas tangannya sendiri.

"Tanganku hangat," kata Draco, tersenyum. Dia kira Lucy kedinginan.

Lucy menyambut tangan Draco dengan salah tingkah. Tetapi Draco begitu cool. Dan mereka pun berjalan bergandengan tangan sepanjang koridor.

"Satu-satunya yang kukhawatirkan sekarang adalah Peeves," gumam Lucy pelan.

"Kenapa?"

"Bayangkan teriakannya kalau melihat kita bergandengan tangan seperti ini," kata Lucy meneruskan, wajahnya merona merah.

Draco tertawa. "Kudengar Peeves sedang dimarahi Bloody Baron karena menjatuhkan lukisan ksatria di koridor lantai lima," jelasnya, "jadi tidak mungkin Peeves kesini secepat itu."

Lucy ikut tertawa.

Kemudian mereka hening sampai tiba di persimpangan koridor.

"Kita berpisah disini," kata Draco. Tetapi ia belum melepaskan tangannya.

"Oh," gumam Lucy. "Baiklah."

Draco tersenyum. Lalu akhirnya melepas tangan Lucy.

"See you later," senyumnya, melambai dan berlari kecil ke kanan.

Lucy tersenyum dan bingung dengan perkataan Draco. Kemudian disadarinya Draco meninggalkan sobekan perkamen kecil di tangan Lucy yang sedari tadi digenggamnya. 

Besok, kandang burung hantu, jam tujuh pagi.

Lucy melompat-lompat dalam perjalanannya ke Menara Ravenclaw.

* * *



P.S.
Saya menulis fanfiction ini karena saya begitu menyukai Draco Malfoy :p
Orang bilang draft pertama adalah yang naskah yang paling kasar dan tanpa-editan. Masalahnya, naskah ini juga naskah yang pertama kali saya tulis. Jadi, memang belum ada editan sama sekali. Saya mohon komentar, saran, dan kritiknya :))

0 komentar:

Posting Komentar