Kamis, 28 Juni 2012

, , , , , ,

Look. Stare. Think. Dream. Stalk.


Sebelum baca DSC Prosto tadi gue sempet-sempetin nonton video performance-nya Infinite yang lagi promosiin mini album ketiganya mereka, INFINITIZE dengan lagu andalan The Chaser. Gue suka banget lagu ini. Nggak ngerti lagi deh kenapa. Alasan pertama adalah karena gue Inspirit, jelas. Alasan lain karena gue menyukai mereka apa adanya. Bukan ada apa-apanya.

Infinite itu tujuh cowok, seven brothers though they are not blood-related each other. Dikenal dengan 99,9% synchronization karena mereka kompak banget kalo nge-dance, sooo in sync. Coba aja lo liat MV debut mereka Comeback Again (Dashi Dorawa). Tapi jangan sampe lo suka sama cowok yang bertopi ijo ya, jangan sampe.

Itu cowok gue.

Hahahaha.

Namanya Kim Myungsoo dengan stage name L, dan gue sama dia sama-sama 92line (sama-sama lahir tahun 1992), dan sama-sama lahir di bulan Maret. Dan dia super ganteng. Tambah jadi cowok banget di mini album ketiga ini.

Tapi gue tidak akan menceritakan Kim Myungsoo alias L.

Gue akan menceritakan jatuh-bangun gue suka sama nih cowok sampe nangis-nangis dan segala macem.

Gue seorang fangirl, dan Kim Myungsoo adalah bias gue.

Gue follow dia di twitter, gue selalu update foto-foto terbaru dia, dan gue hampir selalu ngeRT twit yang dia update. Oh, dan gue hampir selalu ngetwit romantis ke L, semacam ini:
‘@INFINITELKIM I’m having an exam today, please wish me luck~ ^^ and I hope the best for you today too ^^’

Oke gue tau itu nggak ada romantis-romantisnya. Tapi gue suka ngetwit nggak jelas ke dia. Nggak tau deh dia baca atau enggak.

Kondisi ini adalah wajar untuk seorang fangirl. Tweeting, but unsure if bias read it. We’ll be very envious to fangirl whom her tweet is being replied by her bias. Really.

Menjadi fangirl berarti mencintai orang yang tidak mengenal kita.

INFINITE memang sangat mencintai Inspirit, fans-nya. Gue tau itu. Mereka bener-bener mikirin Inspirit, sering ngegombalin juga malah. Atau fan service pas konser, dengan cara (ehm) menunjukkan abs atau lain-lain deh. Atau took a selca (self camera) with fan’s camera (ENVY!). Atau saling meluapkan rasa sayang ke member lain yang bikin para Inspirit teriak-teriak histeris.

Ini bikin gue makin cinta sama mereka.

L pernah bilang di suatu talk show kalo dia lagi pacaran. Gue melongo bentar, tapi ga ada debaran-debaran kesal atau apa. Gue malah mikir, “ah, anak ini mau go public tentang hubungan kita?”

Bodoh ya gue. Hahahahahaha.

Begitu MC-nya nanya siapa cewek itu...

L bilang...

...namanya Inspirit.

Hal-hal semacam ini lebih sering dikatakan oleh Woohyun selaku mood-maker grup dan in charge of exposure. Woohyun juga sering banget ngasih aegyo (act cute!) ke Inspirit.

Ah, gue suka banget sama mereka. Apalagi kalo nonton video performance mereka di acara-acara musik macam Inkigayo, Music Bank, M!Countdown, dan Music Core. Tatapan L yang ketangkep kamera biasanya bikin gue melting dan menahan napas, serta menyunggingkan senyum di bibir gue. Bahagia.

Tapi nggak ada yang lebih membahagiakan daripada menonton performance mereka di luar negeri kayak Jepang, Hong Kong, atau Singapore, dan mendengar teriakan-teriakan dari fans yang membludak. Teriakan-teriakan fanchant yang senantiasa muncul tiap mereka menyanyikan lagu mereka. Entah kenapa gue ngerasa bangga sama mereka. Terus gue bakal teriak-teriak tanpa suara di kamar gue, neriakin fanchant atau jerit-jerit kesenengan, juga tanpa suara. Gue nggak bisa jerit-jerit di kamar, kan. Kadang gue nggak sadar mata gue menghangat, kemudian setitik air jatuh, karena gue terharu.

But seriously, being fangirl is tiring.

Sama aja kayak mencintai orang yang kita tahu nggak bakal pernah dateng ke kita. Orang yang terlalu tinggi, terlalu jauh, sampe kita nggak  bisa mencapainya.

Gue selalu jatuh cinta dengan keadaan seperti ini.

Seperti sekarang.

Fangirl nggak jauh beda kayak jatuh cinta selayaknya. Pertama kali gue melihat sosok itu, sosok yang charming itu, mata gue ga bisa melepaskan pandangan gue ke dia. Gue jadi staring dia terus-terusan tanpa sadar. Tiap ada kesempatan pasti gue melirik ke dia.

Kayak L, tiap performance, meski kameranya lagi nge-shoot member lain, gue nggak bisa nggak mencari L. My eyes are both L-focused.  

Di waktu luang juga gue nggak bisa nggak mikirin L (atau dia). Kalo gue bosen di kelas, pasti gue bakal nyoret-nyoret kertas dengan nama L, atau Kim Myungsoo, dalam versi latin maupun hangul. Atau gue ngegambar lambang Infinite banyak-banyak. Kemudian menyesal sendiri karena gue udah menghabis-habiskan kertas yang harusnya gue pake buat nyatet kuliah.

Saking seringnya gue mikirin dia, sampe-sampe kebawa mimpi. Serius ini, gue pernah mimpiin dia, mimpinya absurd banget. Yah, selayaknya mimpi. Dia ngomong sama gue, dan gue ngomong sama dia, kita ketawa, bercanda. Semua ini absurd karena tidak sesuai dengan kehidupan nyata. Meskipun begitu, gue seneng banget pas bangun, dan langsung mencatatnya di Jurnal Mimpi gue.

Tiap gue lagi ngenet, pasti gue bakal buka fanbase-fanbase dan nyari-nyari foto terbarunya L. Gue sampe buka-buka blog, tumblr, dan menemukan foto-foto kinclongnya L. Yang menatap kamera dengan tatapan tajam. Suka nggak kuat gue, terus gue tutup gambarnya dan senyum-senyum sendiri. Yang pasti gue nggak bisa ngelakuin ini di tempat umum. Misalnya di selasar perpus, gitu. Hahahaha.

Fakta-fakta tertentu tentang L dan member Infinite yang lain juga hampir semuanya gue hapal. Tentu ini merupakan hasil dari stalking gue buka-buka twit fanbase, yang akhirnya membawa gue ke sebuah blog yang berisi fakta-fakta member Infinite.

Stalking adalah cara terbaik untuk fangirl mengetahui kehidupan biasnya.

Gue bukan stalker. Gue hanya mencari informasi.

Istilah lainnya kepo, deh. Kalo kepo gue bakal buka timeline-nya, dan membaca twit-twitnya. Dia jarang banget ngetwit, dan sekalinya ngetwit, pas gue lagi nggak online. Sering banget kayak gitu. Nggak jodoh kali ya. Emang sih.

Semoga aja gue sama L jodoh. L kan mikirin gue (baca: Inspirit) banget.

Begitulah jatuh bangun gue bisa naksir setengah hidup sama Kim Myungsoo. Start from looking, staring, thinking, then dreaming, then stalking.

Tapi khusus buat yang satu itu, gue udah memutuskan untuk berhenti. From now on, I will stop looking, staring, thinking, dreaming, and stalking about him.

Gue bakal selalu cemburu ngeliat dia barengan cewek lain, seperti misalnya Myungsoo syuting drama sama aktris, atau ngobrol sama cewek dari girl group. Gue bakal langsung membenci aktris itu, dan membenci girl group yang deket-deket sama bias gue. Kalo harus nonton dramanya Myungsoo (yang belum gue tonton sampe sekarang) gue nggak akan bisa tahan kalo ada adegan kissing L sama cewek lain... gue pasti nangis.

Menyedihkan emang.

Ah, barusan rahang kanan gue sakit banget, nyut-nyutan. Gue mengira ini adalah salah satu efek kemunculan M3 (gigi geraham bungsu!) gue yang tumbuh ke samping, bukan melebar lho, tapi tumbuhnya ke samping, jadi dia nabrak gigi di sebelahnya. Itu sakit banget.

Atau ini TMJ gue yang sakit?

TMJ adalah sendi temporomandibular (TemporoMandibular Joint) yang menghubungkan rahang atas dan rahang bawah, dan menggerakkannya hingga kita bisa ngunyah-ngunyah kesana kemari, maju-mundurin rahang, dan muter-muter nggak keruan. Disebut temporomandibular karena menghubungkan tulang temporal (pelipis) dan mandibula (rahang bawah). Temporal + mandibula = temporomandibular.

Dentin + enamel = dentinoenamel.

Gampang kan. Hahahaha.

Udah ah, gue mau belajar Prosto dulu, besok Jum’at adalah ujian terakhir di minggu ini. Habis ujian Prosto gue bakal fangirling lagi seperti biasa. Mungkin mencari dan menyimpan beberapa foto baru Myungsoo dan kawan-kawan.

Ciao!

19:53
Kamis, 28 Juni 2012
Continue reading Look. Stare. Think. Dream. Stalk.
, , , , , ,

UAS, Temen-Temen, dan Cappuccino


Seperti yang udah gue ramalkan sebelumnya, ujian Patologi Klinik tadi pagi emang studi kasus. Seorang wanita (umur disamarkan) datang ke RSGM, mengeluhkan sakit pada giginya... trombosit sekian, leukosit sekian... PPT dan TT normal... dan sebagainya. Lagi-lagi gue ternganga sebentar waktu buka lembaran soal. Untung soalnya cuma 60 menit dan dengan pilihan jawaban ABCDE atau 1234 (inget kan? 1,2,3 benar A; 1,3 benar B; dan seterusnya) tanpa essay. Kalo sampe ujian ini essay... gue beneran pasrah.

Tapi gue emang pasrah di enam nomer terakhir. Kira-kira tiga puluh menit pertama lembar jawaban gue baru keisi nggak  nyampe separuh jumlah soal. Gue bengong, ngeliatin tiga semut yang merayap di kursi temen di depan gue, mikir kemana-mana.

Gue juga mikir-mikir reaksi temen-temen gue yang bakalan muncul pas UAS.

Pagi-pagi nih. Sejam sebelum UAS. “Aduh... gimana nih... aku nggak belajar, tadi malem ketiduran...” Dengan suara yang memelas, dan ekspresi lelah.

Ini bohong.

Kemudian, lima menit setelah keluar dari ruang ujian. ”Tadi bisa nggak? Aku nggak bisa nih, ngasal aja tadi jawabnya... pasrah lah...” Dengan wajah yang geli dan pasrah.

Ini juga bohong.

Karena, berdasarkan pengamatan gue, orang yang bener-bener nggak belajar di malem sebelum ujian, nggak akan koar-koar bilang ke semua orang kalo dia nggak belajar.

Dan juga, 50% lebih orang yang bilang nggak bisa pas ujian, dapet nilai A atau B nangkring di portal akademik.

Begitulah.

Temen-temen gue kalo mau UAS, UTS, atau responsi gitu, bakal belajar bareng di suatu tempat entah-dimana. Gue, kalo mau UAS, UTS, atau responsi, bakal belajar sendiri di kamar gue, dengerin Infinite, dan kalo bosen, berhenti belajar, terus nonton variety show. Kalo batre laptop gue abis, gue biarin sambil dicas, dan gue belajar lagi. Kali ini sambil dengerin radio.

Coba kalo gue belajar bareng-bareng. Mana bisa gue pas bosen nonton Running Man dulu? Yang ada gue melongo, terdiam, dan ngerasa bodoh banget sementara yang lain berdebat tentang bedanya anemia defisiensi besi sama anemia defisiensi B12.

Gue orangnya nggak bisa belajar sama-sama orang. Apalagi kalo orang yang belajar bareng gue adalah orang yang sudah tahu segalanya dan kemudian mengajari dengan sikap sok tahu ke orang lain. Gue bakal nyari orang yang bisa mengajari atau memberitahu dengan cara yang lebih layak. Layak, tidak terkesan sok tahu, tetapi memberi tahu.

Bukan berarti temen-temen gue kayak gitu semua, enggak. Temen-temen gue baik kok. Hanya saja gue nggak seneng sama cara belajar yang kayak gitu. Rame-rame dan bareng-bareng.

Gue adalah tipe orang yang membaca cepat. DSC yang penuh slide kotak-kotak dari dosen, gue baca sekadarnya. Kemudian gue beralih ke soal-soal. Gue balik-balik DSC lagi, nyari jawaban, dan ngisi soal. Besoknya, pas mau ujian, baru gue nanya temen gue yang baik hati tentang hal-hal yang nggak gue ngerti.
Emang nggak efektif sih, tapi mau gimana lagi. Gue sendiri udah nggak efektif dari awal kuliah, dengan cara tidak mendengarkan dosen ketika beliau bercerita di depan kelas.

Besok adalah ujian Prostodonsia. Just saying.

Tadi habis ujian PK, gue sama seorang temen gue yang cantik berjilbab makan di kantin fakultas sebelah, cerita-cerita. Cerita standar cewek. Tapi gue ngerasa udah lama banget nggak cerita-cerita bebas kayak gitu ke temen-temen gue. Gue terlalu lama sendirian sampe-sampe nggak punya cerita apapun buat diceritain ke temen-temen gue, yang rasanya mereka selalu punya cerita.

Gue jadi pendiem lagi. Irit banget kalo mau ngomong. Seperlunya aja. Kalo temen-temen gue yang bergeng-geng itu bakal rame-rame di kantin, gue yang ada diantara mereka cuma diem, ketawa, senyum, kalo ada sesuatu yang lucu tentunya. Temen-temen gue hampir semuanya geng-geng-an, tapi semuanya membaur kok. Kompak kayak anak SMA.

Gue hanya nggak mau terlalu terikat lagi sama orang-orang, dan membiarkan kebebasan gue sendiri seperti ini. Resikonya adalah gue nggak lagi punya orang-orang yang teramat sangat dekat, dan gue jadi jarang nge-mall. Bagus juga sih, gue bisa berhemat untuk kemudian dibelanjakan di Gramedia atau Togamas terdekat.
Dulu kalo gue galau pasti nyeduh cappuccino instan. Nggak tahu kenapa, seneng aja sama cappuccino. Busanya lucu.

Oke, gue bahkan nggak ngerti kenapa gue bisa bilang busanya cappuccino itu lucu.

Tapi rasanya tiap abis minum cappuccino anget itu gue bisa bahagia lagi. Mood gue langsung naik. Efek placebo mungkin ya. Sugesti. Nggak papalah.

Sekarang stok cappuccino gue ada sekotak isi 4, dan ini bener-bener kotak cappuccino pertama yang gue beli sejak awal semester 4. Gue nggak pernah beli cappuccino kalo gue nggak bener-bener galau. Otak gue sudah tersugesti dengan ‘lo-lagi-galau-kan-beli-cappuccino-sana’. Cuma kalo lagi galau baru gue minum cappuccino.

Kemarin gue nyeduh cappuccino pas Minggu malem mau ujian Farmako besok Seninnya. Gue langsung nggak bisa tidur semaleman, cuma bisa guling-guling dan frustasi. Sejak saat itu gue mikir, nggak mau minum cappuccino kalo malem dan besoknya ujian pagi. Sumpah.

Apapun itu, gue tetep suka cappuccino.

Oh iya, ngomong-ngomong, ini malem Jum’at ya? Biasanya suka ada cerita-cerita horor di twitter tiap malem Jum’at, dan gue bakal spamming twitter dengan ‘ADUHHH JANGAN CERITA HOROR DOONGG’ tapi nyatanya juga gue malah buka timeline akun yang ngetwit horor dan baca ceritanya, meski setelah itu gue nyesel sendiri karena kebayang-bayang pas mau tidur.

Gue masih males nyentuh DSC Prosto.

13:05
Kamis, 28 Juni 2012
Continue reading UAS, Temen-Temen, dan Cappuccino

Rabu, 27 Juni 2012

, , , ,

Setitik Awan Kecil Di Langit


Udah lama banget nggak dengerin lagu Ello yang ada liriknya kayak judul postingan gue kali ini. Gue sengaja aja milih judul itu. Lagi mikir-mikir tentang hidup, dan akhirnya gue nemu satu lirik yang pas.

Gue invisible sekarang. Nggak sampe setahun yang lalu, gue masih bisa cuap-cuap kalap di twitter, ngegalauin apa aja, dan dicap sama temen-temen gue sebagai cewek galau.

Sekarang gue kalo mau ngetwit bahkan harus mikir dulu.

Yah, sebagian besar alasan gue kalo mau ngetwit harus mikir dulu itu adalah, karena modem gue rusak, jadi gue jarang online malem-malem lagi sekarang. Ngetwit pake handphone, mikir-mikir pulsa. Begitulah.

Dulu mention gue ga pernah sepi dari twit-twit konyol temen-temen gue. Sekarang kalo gue mau di-mention, gue harus mention orang yang gue pengenin dulu.

Gue menghilang dari twitter, menghilang dari Facebook, nggak pernah main Coco Girl lagi, dan beralih ke Sally’s Spa yang ada di hard disk eksternal gue. Gue jauh-jauh dari social media, dan di kehidupan nyata pun gue juga jauh dari dunia sosial gue.

Ansos. Itu gue kalo di kosan. Di kosan gue sekarang gue cuma kenal enam orang penghuni kamar-kamar di lantai bawah – kamarnya cuma tujuh, termasuk kamar gue yang nyempil di tengah-tengah. Kamar yang kalo malam minggu lampunya nyala sendiri. Hahaha. Ngenes ngenes deh.

Banyak hal-hal yang berubah dalam hidup gue.

Terutama gue sendiri, yang berubah karena satu dan satu-satunya hal itu. Nggak perlu lah gue koar-koar disini mengenai kejadian apa yang ngubah gue jadi kayak gini. Ngubah gue jadi ansos, jadi invisible, tapi juga menuju independen. Karena gue berusaha sebisa mungkin biar ga perlu ngerepotin orang, biar ga perlu minta tolong orang, dan ga perlu tergantung sama orang lagi.

Sisi negatifnya adalah gue sekarang memandang hidup gue dengan sinis. Ngerasa paling tahu, paling sok tahu, tentang kehidupan.

Oke, yang barusan itu mesti diralat.

Ngerasa paling tahu, paling sok tahu, tentang kehidupan gue.

Gue sekarang seneng banget dateng ke kampus pagi-pagi, jajan di waserba, makan sosis solo sama arem-arem di depan perpus, terus ke selasar perpus, ngebuka laptop gue, dan menggunakan wifi sebaik mungkin. Sambil dengerin musik. Donlot video-video Korea.

Ajaibnya gue asik-asik aja. Gue seneng-seneng aja. Gue baik-baik aja sendirian begitu, tanpa-teman, tanpa orang yang menemani, maksudnya. Nggak tahu kenapa.

Gue juga nggak perlu harus duduk di samping orang yang sama setiap hari waktu kuliah – you know what I mean. Gue bisa bebas mau duduk dimana aja. Kemudian ntar minta orang duduk di samping gue.

Sisi negatif lain dari kehidupan gue yang sendiri-tapi-asik-asik-aja ini adalah gue jadi terkesan egois dan 
nggak kelihatan sama orang-orang di sekitar gue. Mungkin karena emang ada dinding nggak kelihatan yang membentengi diri gue dari penglihatan orang-orang, gue ga tau. Tapi bukan sekali dua kali orang-orang yang gue kenal, ngelewatin gue yang lagi duduk sendiri tanpa nyapa atau negur gue sama sekali. Bahkan ketika gue nggak lagi pake earphone.

Yang ini, gue juga nggak tahu kenapa.

Tapi yang jelas perubahan-perubahan ini gue syukurin dalam hati. Gue nggak lagi cewek yang galauan, nggak lagi cewek yang cengeng, dan bukan lagi cewek yang pasang tulisan di mading tentang cowok yang gue suka dan namanya terpampang jelas di akhir tulisan gue.

Yang terakhir cuma idiom. Buat lucu-lucuan.

Gue juga dengan berbangga hati memproklamirkan diri gue sebagai fangirl. Alias korean-lover. Kpopers. Apalah sebutannya sekarang. Gue lagi suka-sukanya (suka BANGET) sama boy group Korea yang namanya Infinite. Tapi selain itu gue juga suka SHINee.

Satu yang gue pertanyakan adalah orang-orang non-fangirl sering banget mem-bash idol-idol gue. Atau apapun tentang lagu-lagu Korea. Cowok yang cantik, lah. Bahasa yang nggak bisa didengar jelas, lah. Apapun.

Gue ngerasa (selayaknya fangirl, ya) sakit banget digituin.

Belum lagi omongan-omongan yang bilang ‘masih banyak lagu Indonesia yang bagus-bagus! Jangan cuma dengerin Kpop lah!’ atau ‘cintai produk dalam negeri...’.

Gue bukannya nggak cinta Indonesia cuma gara-gara gue dengerin KPOP dan cuma update hal-hal begituan.

Karena gue cuma punya internet. Gue nggak punya tivi, gue nggak bisa nonton acara musik tiap hari jam sembilan pagi, gue nggak bisa nonton Spongebob, gue dengerin radio cuma kalo gue bosen, dan gue jarang bosen, karena kalo gue bosen pasti gue nonton Running Man. Nontonin video-video reality show, variety show, grup-grup Korea favorit gue yang gue donlot dengan sabar.

Korea-Koreaan adalah cara gue menghibur diri gue sendiri. Internet adalah jalan gue mendapatkan hiburan jenis itu. Fangirling adalah sebutannya.

Kalo ada yang bilang gue nggak cinta Indonesia, kenapa gue masih nangis waktu baca novel 2-nya Mas Donny Dhirgantoro? Kenapa gue masih nangis waktu baca novel 5cm? Tepat di bab upacara di Mahameru? Kenapa gue masih nyesel Thomas dan Uber nggak bisa direbut Indonesia lagi? Kenapa gue iri banget sama temen gue yang bisa foto bareng Taufik Hidayat? Kenapa gue masih aja ngincer novel-novel dan buku-buku karya penulis dalam negeri?

Itu karena gue memuja mereka. Oke, memuja kayaknya bukan kata yang tepat, tapi lo tau kan maksud gue.
Toh bahasa gue sehari-hari juga masih Indonesia sama Jawa. Gue nggak akan tiba-tiba bicara bahasa Korea dengan lancar dalam hidup gue, dan nggak fasih lagi ngomong Indonesia. Bahasa Inggris aja gue lupa-lupa inget.

Dulu, gue bisa dengan senang membaca C ‘n S, majalah berbahasa Inggris yang gue dapetin secara berkala dari tempat les gue, LBPP LIA Pekanbaru. Semua rubrik gue baca ampe abis. Dulu, gue seneng banget lulus LIA dengan pujian ‘saya suka pronounciation kamu’ dari guru LIA gue yang ganteng.

Sekarang, gue ngeliat judul jurnal buat ngerjain laporan aja males. Nggak usah jurnal, deh... slide dosen yang Bahasa Inggris juga gue susah payah bacanya.

Nggak nyambung dari cerita gue tentang Bahasa Inggris, gue kehilangan karakter ‘cewek-galau-yang-tiap-malem-ngegalau-di-twitter-dan-nge-RT-twit-twit-galau-dari-akun-akun-galau’ itu karena gue menghilang dari twitter sejak modem gue rusak, dan karena gue membiarkan diri gue sendirian. Dan akhirnya gue keasyikan sendirian sampe-sampe nggak peduli sama orang lain lagi.

Karakter gue sekarang adalah ‘cewek-yang-suka-Korea-Koreaan-yang-kalo-nge-twit-spamming-dengan-berita-berita-Korea-Koreaan’. Mungkin ini karena gue juga salah satu fangirl yang terang-terangan fangirl. Temen-temen fangirl gue yang lain nggak keliatan kalo fangirl, dan mereka eksis. Nggak kayak gue yang jadi setitik awan kecil di langit.

Gue sebenernya seneng sendirian. Gue nggak akan dicampurin lagi urusannya sama orang-orang lain, dan gue nggak perlu ikut campur lagi urusan orang-orang lain. Gue cuma nggak mau terikat. Lagi.

Besok adalah ujian Patologi Klinik yang sksnya 3 dan bahannya banyak. Nggak usah tanya-tanya kenapa kampus gue masih pake sks, sekarang kampus gue pake sistem SCL kok. Student Centered Learning, kalo gue nggak salah nginget kepanjangannya. PBL, alias Problem Based Learning, atau sistem yang menggunakan blok, adalah salah satu sistem SCL. Jadi, sama aja, kan?

Ngomong-ngomong PBL, kayaknya ujian Bedah Mulut tadi siang berbasis sistem itu tuh. Jadi gue (dan temen-temen seangkatan gue yang ikut ujian) dikasih soal ujian, dan sepuluh nomer pertama soalnya macam ‘seorang wanita berusia sekian tahun datang ke RSGM dengan keluhan bla-bla-bla, tekanan darah sekian, merasa cemas, gigi 46 terdapat kavitas...’ itu, dan dibawahnya ada tiga soal (atau lebih) terkait kasus di atas. Diagnosa penyakit, obat yang harus dikasih ke wanita sekian tahun, dan tindakan apa yang harus dilakukan terhadap si gigi yang sakit.

Begitu gue buka lembar soalnya, gue langsung mikir, “WUAH,” dan gue bener-bener ternganga selama tiga-lima detik.

Gue cuma bisa berharap soal ujian Patologi Kliniknya besok singkat-singkat. Gue ngediagnosa si wanita sekian tahun yang datang ke RSGM karena giginya sakit aja bingung, gimana kalo si wanita sekian tahun hemoglobinnya turun, trombosit naik, atau apa. Gue akan langsung rujuk wanita sekian tahun tersebut ke rumah sakit terdekat.

Ya enggak lah.

Mungkin udah saatnya gue akhiri postingan gue yang nyindir banyak orang gini. Gue minta maaf kalau merasa tersinggung, gue cuma mau menyatakan pendapat gue. Ini masih termasuk HAM, kan?

Gue mau nonton Infinite’s Ranking King episode 5 sebentar, terus kayaknya gue bakal buka DSC Patologi Klinik. Belum ada rencana makan, meski perut gue udah agak kosong.

Oh iya.

Tentang gue, gue sebenernya nggak selalu sendirian.

Ada temen gue yang setia.

Dan gue cukup bahagia bisa berteman dengan dia.

17:04
Rabu, 27 Juni 2012

n.b.: perubahan lain yang terjadi dalam hidup gue adalah: gue menggunakan kata ‘gue’ sebagai kata ganti orang pertama.
Continue reading Setitik Awan Kecil Di Langit

Rabu, 20 Juni 2012

, , ,

Thursday Noon

Saya lagi di kampus, selasar perpustakaan tepatnya. Lagu f(x) yang judulnya Beautiful Stranger mengalun di telinga saya, disalurkan oleh earphone yang saya pakai.
Baru saja saya mengambil DSC (merupakan handout dari slide dosen) di parkiran FKG.

Tapi bukan itu inti dari cerita saya kali ini.

Kemarin malam, sebelum saya tidur, saya berbalik menghadap tembok yang putih, memikirkan tentang sesuatu. Tentang tulisan saya. Tentang beberapa ide. Tetapi saya tidak bisa mengingatnya, karena waktu itu saya ngantuk sekali, dan saya malas untuk menulis ide-ide itu.

Yang pada akhirnya saya sesali, karena saya pikir ide-ide tulisan itu cukup bagus untuk mengisi postingan blog yang satu ini, yang sudah lamaaaa sekali tidak saya isi.

Begini, saya sedang sibuk dengan naskah saya, yang sedang saya selesaikan, yang insyaALLAH ingin saya ajukan ke penerbit.

Terus saya nggak tahu mau nulis apalagi.
Ya udah lah ya, anggap ini salah satu racauan saya yang nggak penting :)

Continue reading Thursday Noon

Rabu, 13 Juni 2012

, ,

Some Songs

Beberapa lagu yang sering saya dengar akhir-akhir ini:


1. Infinite - The Chaser, ya, tentu saja, karena saya Inspirit.
2. C-Real - Sorry But I, sukses bikin saya tersentuh karena MV-nya yang bagus.
3. Girl's Day - Oh! My God, videonya lucu!
4. Wonder Girls - Like This, lagi belajar dance-nya yang keren.
5. f(x) - Electric Shock, this song rocks! Nggak nyesel nunggu-nunggu kapan f(x) comeback. 
6. 2NE1 - Be Mine, suka banget suaranya Park Bom pas reff.
7. Nell - The Day Before, terima kasih untuk biolanya yang bikin hati saya tersayat-sayat.
8. B1A4 - Baby Good Night, Jinyoung berhasil membisikkan lirik lagunya dengan indah.


Sebelumnya mohon maaf kalau isinya KPop semua, karena saya bener-bener nggak tahu perkembangan lagu-lagu Indonesia akhir-akhir ini, gara-gara nggak punya tivi.


By the way, ini postingan pertama saya sejak bertahun-tahun yang lalu.
Kalau ada yang tanya kenapa saya jarang posting di blog yang ini,
Saya akan bilang,


Saya udah nggak kenal sama yang namanya galau.


Perpustakaan FKG UGM,
Kamis 14 Juni 2012
12:35

Continue reading Some Songs

Rabu, 18 Januari 2012

, ,

Yes, I've changed. Pain does that to people.

Some girls act like bitches so they won't get hurt. Some girl are bitches because they got hurt.


"Hold your head high, and your middle finger higher. Let him know what he's missing." - Megan Fox


I admit, I really miss how things used to be. I'm just waiting for my heart to accept the fact that things changed.


Have you ever realized that when people say you've changed, it's just because you've stopped living your life their way?


Sometimes people are the strongest, when they have no one to hold them up.


Everyone has a story. Everyone has gone through something that has changed them.


Dear Tummy, sorry for all the butterflies. Dear Pillow, sorry for the tears. Dear Heart, sorry for the damage. Dear Brain, you were right...


Once you've been hurt, you're so scared to get attached again. You have this fear that everyone you like is gonna break your heart.


I'm proud of my heart. It's been played, stabbed, cheated, burned and broken, but somehow still works.


You know, the thing about romance is... people only get together right at the very end." -Love Actually


People don't change, they just become a clearer version of who they really are.


I cared, you didn't. I cried, you laughed. I was hurt, you smiled. I moved on, you realized.


It hurts when u risk ur heart & it ends up being BROKEN. But it hurts more when u still hold on when u already know u're waiting for NOTHING.


Sometimes, in life, we just need to wipe our tears, chin up, smile, get over it and walk away.


If we don't experience it ourselves, then we'll never know the exact kind of pain.


I'm a girl. I don't smoke, drink, or party every weekend. I don't sleep around or start drama to get attention. Yes, we still do exist!
Continue reading Yes, I've changed. Pain does that to people.

Senin, 26 Desember 2011

Hold On

I keep telling to myself not to cry about this little stupid thing.

For about this week (or more, I didn't count) I think I've done my best to stop crying at night.

But today, I can't stand it.

There are a lot of things happens. Every time a single thing happened, I try not to cry at the same time.
I hold my tears. I told them not to falling down.

Tonight, I wouldn't do that.

Saya sudah cukup tersakiti hingga saya akan menghabiskan malam ini dengan menangis di kasur saya.

Saya nggak tau saya harus bicara sama siapa.
Semua orang tampaknya sibuk.
Saya takut mereka meninggalkan saya.
Saya tidak berani dekat-dekat mereka.
Saya takut.

Bahkan untuk bicara dengan Tuhan saja saya takut - manusia macam apa saya ini?

heartless, useless.

yeah.

Saya ingin sekali menyandarkan kepala saya di bahu seorang teman.
Saya sudah ingin sekali bersandar ketika ada seorang teman di sebelah saya. Saya ingin sekali kembali mendapatkan kehangatan itu. Ingin sekali.

Saya ingin sekali mendapatkan pelukan-pelukan itu lagi. Ingin sekali.

Saya ingin sekali jatuh cinta lagi.

Tapi saya takut orang yang saya berikan hati saya memberikan hatinya pada orang lain lagi.
Saya takut. Saya terlalu takut. Saya terlalu takut memperbaiki hati saya.

Buat apa memperbaiki kalau nanti hancur lagi.

I've lost everything. I've lost my spirit.

I just... kept thinking about my parents. But I don't know what to do.
Saya sama sekali tidak tahu harus apa.

Ujian segera datang. Dan saya tidak belajar.
Saya harus apa, saya nggak tahu.

Saya coba nahan nangis, saya salah.
Saya coba memberi jarak, saya salah.
Saya coba menjadi heartless, saya salah.
Saya harus apa?
Continue reading Hold On

Selasa, 20 Desember 2011

, , , ,

20 Desember 2011

7:20 (jam di ruang I, kuliah ilmu bedah)

Halo?
Seseorang?
Siapa saja... (kecuali orang-orang tertentu)
Dosen ilmu bedah saya barusan bertanya: ‘enak nggak kalo nggak punya reseptor nyeri?’
Selintas muncul di pikiran saya: ‘enak juga kadang, jadi nggak perlu ngerasain sakit kayak gini.’
Terus saya ketawa-ketawa sendiri dalam hati.
Tapi waktu dosen saya mengajukan pertanyaan itu, saya otomatis menjawab ‘tidak’. Otomatis lho. Percaya deh, nggak punya reseptor nyeri itu nggak enak. Bukannya saya tahu rasanya. Tapi, coba saja bayangkan.
Ah, betapa saya ingin pulang sekarang dan menangis sekencang-kencangnya di pelukan Ibu.
Being heartless is hurt. Trust me.
Tapi saya nggak akan menyerah – satu-satunya cara untuk tidak merasa ditinggalkan adalah dengan tidak pernah sama sekali meninggalkan seseorang. Tidak punya seseorang. Jadi tidak ada resiko ditinggalkan. Tidak ada resiko kehilangan. Tidak ada resiko sakit lagi.
A feeling like this.
An ending like this.
What should I say?
What should I do?
I was told to leave them all alone. That makes me all alone.
It’s hurt.
But it’s the best for everyone.
It’s the best.

Jadi dosen saya barusan bercerita tentang proses inflamasi dan analoginya dengan rumah yang ditabrak mobil. Misalnya Anda punya rumah yang tusuk sate – tepat di ujung jalan dari pertigaan. Kemudian ada mobil yang melaju kencang dari jalan di depan dan langsung menabrak dinding rumah Anda. Apa yang akan Anda lakukan pertama kali?
Panik, marah, ya.
Kemudian?
Minta ganti rugi, ya.
Dosen bedah saya menganalogikan kemarahan dan kepanikan itu sebagai proses inflamasi ketika ada luka. Bengkak, kemudian merah.
Kemudian?
Tentu Anda akan membersihkan runtuhan-runtuhan yang terjadi. Lalu, Anda memanggil tukang. Kemudian Anda akan membeli barang-barang untuk memperbaiki dinding yang rusak. Semen, batu bata, dan lain-lain. Anggaplah barang-barang ini adalah sel-sel yang akan berperan menutup luka.
Kemudian?
Setelah dinding kembali seperti semula – atau bahkan lebih bagus dari yang semula – masih ada semen, batu-bata, dan yang lain yang tersisa kan? Kemana itu akan pergi? Ya, disimpan lagi, di tempat yang baik.
Sama dengan proses wound healing.
Bedanya tembok dengan kulit kita adalah: tembok yang rusak jika diperbaiki akan kembali seperti dulu, atau bahkan lebih baik, lebih bagus. Tetapi, kalau kulit kita luka, akan timbul bekas, yaitu jaringan parut. Tidak akan seperti semula.
Kalau luka di kulit saja akan meninggalkan bekas, ada satu luka yang akan menimbulkan bekas yang dalam, yaitu... di hati. Makanya, jangan bikin luka di hati.
“Pelajaran moral hari ini,” tutup Dosen Ilmu Bedah saya.
Ini serius lho, beliau memang benar-benar mengatakan itu.

Aigooo~~
Kadang kuliah ilmu bedah ini menampilkan gambar-gambar yang menyeramkan di slide-nya. Jenis-jenis disturbing picture, semacam itu. Tapi kadang – tidak, selalu – ada ilmu-ilmu baru yang penting. Misalnya tentang cara menjahit luka.
Meski saya tidak pernah sama sekali kepikiran untuk mengambil spesialis Bedah Mulut nantinya. Ah, saya takut darah, sebenarnya.

Kenapa ya saya selalu menulis tentang kelemahan-kelemahan saya?
Tentang saya yang sok rapuh, sok lemah, dan sok suci? Sok bertingkah seolah-olah orang paling malang sedunia.
I wanna keep this as my own problem.
I don’t mean to spread this **** things to anybody.
But I just~
I just can’t help it.
My hands keep forcing me to type something on my notebook. And the next thing I know, a new posting is published on my blog.
Sometimes I wonder.
Bagaimana ya dulu di SMA saya bisa bertahan? Tiga tahun. Yah, tiga tahun kurang.
Entah bagaimana. Saya sering sekali memikirkan ini. Sungguh, saya ingin kembali ke SMA.
Apa karena di SMA saya tinggal bersama keluarga, sementara di Jogja saya tinggal sendiri?
Jadi saya merasa tidak punya siapa-siapa. Dan itu membuat semua beban terasa lebih berat dua kali lipat.
Tuh kan, saya tidak sadar sudah menulis seperti ini.

Jogja, 20 Desember 2011 
Continue reading 20 Desember 2011
, , , ,

Don't Read This

Annyeong...
Saya ada praktikum anatomi II jam satu nanti, dan saya masih kesal. Jadinya saya tidak bisa belajar sama sekali. Saya kesal, kesal, kesal, jengkel.
Saya ketemu sama orang-orang itu lagi, orang-orang yang bikin saya jengkel setengah mati.
Tidak bisakah saya mendapatkan sedikit ketenangan disini?
Sumpah, saya kesal setengah mati. Kalau bisa malah saya mati aja.
Sudah saya bilang, kan, kalau saya sedang kesal akhir-akhir ini. Saya benci.
Saya kesal!
Saya membenci semua orang.
Tapi saya sangat mencintai diri saya sendiri hingga saya terlalu sibuk memikirkannya tanpa memikirkan perasaan orang lain.
Salah, saya yang seperti ini?
Kan saya sudah katakan kalau hati saya sudah hancur berkeping-keping dan saya tidak akan melakukan apapun untuk membuatnya seperti semula.
Saya tidak punya hati lagi.
Saya sudah tidak bisa merasakan.
Kecuali rasa kecewa, mungkin.
Kecewa, kemarahan, jengkel, dan kesal sampai ubun-ubun.
Satu-satunya cara keluar dari semua ini adalah mengenakan earphone dengan menyetel volume sekencang-kencangnya. Bebas. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Toh memang tidak ada yang mengkhawatirkan, kan?
Karena diri sendiri adalah satu-satunya orang yang tidak akan pernah mengkhianati kita sampai kapanpun.
Diri sendiri adalah satu-satunya orang yang bisa kita percaya sampai kapanpun.
Diri sendiri adalah satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan kita ketika tidak ada orang yang bisa menyelamatkanmu.
Bagaimanapun kau berharap, berdoa, ada hal-hal yang tidak akan terkabul.
Kau hanya bisa percaya dirimu sendiri. 
Kau hanya bisa menikmati hidup dengan dirimu sendiri. Tak ada gunanya mencoba menerima dengan tenang apa yang sudah terjadi di luar harapanmu. Kau hanya akan kecewa, kecewa, dan kecewa. Kecewa bertumpuk-tumpuk. Maka lupakanlah semuanya dan nikmati semua sendiri.
Terdengar kejam, ya?
Tapi siapa yang peduli, huh?
Toh, dewasa ini orang-orang hanya memedulikan perasaannya sendiri. Jadi, apa salahnya kalau kita juga memedulikan perasaan kita sendiri saja?
Apa salahnya kita belajar mencintai diri sendiri lebih dari mencintai orang lain.
Apa salahnya kita belajar menutup hati untuk orang lain.
Apa salahnya kita belajar untuk tidak tergantung dengan orang lain.
Apa salahnya kita belajar untuk tidak terikat dengan orang lain.
Orang lain berisik, selalu memaksakan keinginan.
Orang lain tidak akan memedulikan perasaan kita.
Orang lain tidak akan menghiraukan kita.
Orang lain tidak akan peduli masalah kita.
Orang lain yang kita sukai tetapi menyukai orang lain, juga tidak akan memedulikan kita.
Jadi, apa gunanya menyukai orang yang seperti itu.
Apa gunanya?
Oh, dan tentang butuh tempat untuk bersandar, sepertinya saya tidak membutuhkannya.
Sekarang saya cuma percaya diri saya sendiri, dan Tuhan.


Jogja, 13 Desember 2011
12:45
Continue reading Don't Read This

Sabtu, 10 Desember 2011

I WAS WRONG?

Nope, saya cuma mau bilang aja, berhubung ini blog tampaknya bakal saya hindari untuk bertingkah macam-macam akhir-akhir ini, jadi... yah,
Saya benci sekali, saya benci, saya benci, saya nggak suka, tapi saya harus ngapain?
Saya benci. 
No one will save myself, except, myself. fine, just leave, I'm okay, thanks for asking. from now on, there will be only me, myself, and I. 
Pedulikah saya?
Saya hanya mempedulikan diri saya sendiri sekarang. 
Saya nggak peduli lagi apa kata orang, orang-orang sudah terlalu banyak melihat saya seperti orang bodoh, which is, benar. 
kenapa saya heartless begini?
karena hati saya sudah hancur, berkeping-keping, rusak, patah, hilang, dan saya nggak mau lagi menyusunnya untuk kembali hancur. 
saya nggak mau. 
reason?


grup BFF di YM saya sudah hilang.
Continue reading I WAS WRONG?

Selasa, 06 Desember 2011

, , , , ,

Hard Life

Jadi ketika saya mengetik postingan ini, saya lagi ada di ruang internet RSGM Prof. Dr. Soedomo.
Jam satu nanti saya ada praktikum Biomaterial, uji deformasi malam.

Terus kenapa?

Ah, saya lagi jutek hari ini. Bawaannya bad mood, bawaannya pengen sendirian, bawaannya nggak pengen liat hal-hal yang bikin saya tambah bad mood.
Bener, hari-hari ini sepertinya semua hal tidak berpihak pada saya. Banyak yang terjadi di luar harapan saya; bukannya saya berharap berlebihan, saya merasa saya berharap biasa saja, hanya saja tampaknya memang tidak sesuai harapan, semuanya.
Ada seseorang yang meninggikan sekali orang-orang yang dia sukai, tapi menyudutkan sekali orang-orang lain yang tidak sesuai dengan ekspektasinya.
Saya benci sekali orang semacam itu, tetapi saya berusaha mengendalikan perasaan saya, ini kaitannya dengan keberlangsungan hidup saya di kampus.

Laporan-laporan saya juga tidak berlangsung dengan begitu bagus... nilai-nilai menurut saya 'hanya cukup makan'.
Begitupun review, saya jujur, tidak mengalami kegampangan ketika melaksanakannya, semuanya blank, semuanya gagal total.
Kenapa?
Apa saya, jauh di dalam hati saya, masih memikirkan itu?

Tapi saya menekan diri saya untuk tidak lagi berpikir masalah itu, maksud saya ya sudahlah, jalani saja apa yang ada di depan, meskipun saya mendengarnya dari orang yang saya tidak bisa bilang saya suka dia atau tidak (lagi).
Bingung?

Saya juga bingung.
Ini benar-benar di luar kendali saya.
Saya barusan selesai praktikum Faal, lalu saya pergi ke kantin, sendirian, untuk makan siang. Yeah, sendirian. Dan saya lumayan suka.
Saya sedang tidak ingin terikat, tidak ingin terlanjur sayang, tidak ingin terlalu sayang, kemudian kehilangan, kemudian dirasuki cemburu, saya sungguh, sungguh, tidak ingin mengalaminya lagi.
Saya tidak mau terikat. Setidaknya itu yang bisa saya katakan sekarang.

Sebentar lagi UAS, saya masih mencari-cari proyek cerpen yang kira-kira bisa saya kerjakan sebelum itu.
Saya baru pertama kali mengerjakan sebuah proyek (dan ini semacam kompetisi) dan rasanya... menyenangkan! Sungguh! Ketika menulis dengan deadline tengah malam, kemudian menekan tombol attach pada email, kemudian menekan tombol sent, selalu ada debaran menyenangkan yang muncul di dalam dada. Seperti toksik, dan bahan-bahan adiktif. Bikin ketagihan.

Satu yang lagi saya pengenin, saya pengen ngisi blog saya yang baru dengan essay photo (atau photo essay?) tapi saya nggak punya kamera bagus. Apa saya mau ngandelin kamera ponsel yang saya yang keypadnya udah bocel-bocel dan bahkan ada yang udah nggak fungsional lagi?
Saya jelas pengen hape baru.
Tapi itu hanya sebuah wacana.

Oke, sudah jam 12 lewat 6 menit, saya harus belajar untuk praktikum jam 1 nanti. FYI, temanya sekarang deformasi malam.
Nggak kerasa, praktikum-praktikum ini udah mulai berakhir, dan muncullah minggu-minggu pra-responsi, responsi, pra-tentamen, dan tentamen... dan UAS...
Saya hanya berharap, semuanya lancar.
Setelah hari-hari ini apapun yang saya lakukan tidak maksimal sama sekali.

R.A.
(sayangnya masih di) Jogja, 7 Desember 2011
Continue reading Hard Life