Minggu, 27 Oktober 2013

, , , , ,

No Smoking, Please. I beg you.

PERINGATAN: Tulisan ini mungkin memuat beberapa gambar kondisi rongga mulut yang tidak menyenangkan dan dapat membuat ketidaknyamanan.  



Beberapa waktu yang lalu saya ngeliat seorang anak kecil, usianya mungkin 10-11 tahun, yah usia SD lah. Dia menghisap sebatang rokok, dengan tenangnya, dan duduk sok keren sambil sesekali menghembuskan asap rokoknya.
Dipikirnya ngerokok itu keren.

NO.

Saya bisa langsung rusak moodnya kalau ada di suatu tempat umum kemudian mencium bau rokok di dekat-dekat saya. Apalagi kalau ada seorang cowok yang sekali liat saya langsung suka (ganteng, red), tapi ternyata dia mengeluarkan rokok dan menyalakannya beberapa menit kemudian... cuih. Saya langsung ilfil. Gak sudi deh saya. Males banget liatnya.

Tapi yang paling bikin males dan nggak banget adalah ketika saya ngeliat cewek-cewek ngerokok. Ya ampun, gak sayang badan apa? Gak sayang janinmu – kalo lagi hamil? Gak sayang organ tubuhmu? Gak sayang gigimu yang tadinya putih bersih terus gara-gara rokok jadi kehitaman? Gak sayang bibirmu yang tadinya seksi berwarna natural jadi kehitaman? Gak sayang badanmu yang udah bagus-bagus diciptain Tuhan Yang Maha Kuasa itu mbok rusak pake tar dan nikotin yang dengan sukarela kamu hisap? Gak sayang paru-paru? Jantung?

Kemasannya bagus! 
Pernah denger cerita ini gak: seorang wanita meninggal gara-gara kanker paru-paru. Tau kan ya, kanker paru-paru biasanya diderita perokok. Tapi wanita ini bukan perokok semasa hidupnya. Ternyata, suaminya yang perokok berat. Wanita ini meninggal gara-gara dia jadi perokok pasif. Ironis, kan. Moral of the story: merokok membahayakan orang-orang yang kita sayang.

To be truth – dan mumpung ini di blog saya sendiri, isinya suka-suka saya sendiri, jujur-jujuran – saya benci rokok dan antek-anteknya. Asepnya. Bungkusnya. Sisanya. Iya, sisa rokok yang masih nyala di jalan. Biasanya kalo ketemu, saya langsung injek sampe asapnya bener-bener mati. Saya selalu inget salah satu cerita di komik Doraemon, seorang pria pulang kerja, berjalan sambil ngerokok. Terus dia buang rokoknya ke jalan, masih nyala. Eh ternyata begitu dia jalan, rokoknya nempel di sepatu karena dia nginjek permen karet yang terbungkus kertas. Di halaman depan rumahnya, permen karet tertempel kertas dan rokok itu lepas dari sepatunya. Tertiup angin, lalu jatuh di tumpukan sampah (saya lupa, ini tumpukan sampah daur ulang, atau sampah daun kering?). Karena rokoknya masih nyala, terbakarlah tumpukan sampah itu, dan menjalar sampai ke rumahnya. Moral of the story: bertanggungjawablah. Setidaknya pastikan api rokok sudah benar-benar mati sebelum kamu meninggalkannya.

Melanjutkan tentang rokok dan antek-anteknya. Ampas rokok aja saya nggak suka, apalagi yang ngerokok. Di mata saya, seganteng apapun seorang cowok, secantik apapun seorang cwek, sebaik dan sesopan apapun seseorang, tapi dia ngerokok, nilainya langsung turun. Sayang sekali.

Kalo boleh lebih jujur lagi nih, dan sedikit ngebongkar aib fakultas, banyak anak KG (kedokteran gigi) yang sering saya liat ngerokok di kampus tercinta sayang-sebut. Beuh. Saya jadi heran sendiri. Katanya mau jadi dokter? Katanya mau jadi perawat gigi? Katanya co-ass? Katanya residen? Katanya tenaga kesehatan? Judulnya doang, nyatanya juga ngerusak kesehatan diri sendiri dan orang lain.

Kadang saya berharap kampus saya bisa jadi kawasan bebas rokok (bebas DARI ASAP ROKOK, bukan bebas merokok) kayak kampus FK di seberang. Tentram. Nyaman.

Baru harapan doang.

Maksud saya, kan harusnya dokter gigi dan calon-calon dokter gigi, perawat gigi dan calon-calon perawat gigi, tenaga kesehatan di lingkungan kampus FKG itu bisa jadi contoh dong buat pasien dan siapa aja yang berkunjung ke FKG. Masak udah tau ngerokok nggak baik buat kesehatan, eh malah dilakuin?

Masih mau bukti kalo ngerokok itu ngerusak diri sendiri?

Nih ya, beberapa penyakit mulut yang disebabkan kebiasaan ngerokok.

1. Smoker's melanosis, diskolorasi kecoklatan dari mukosa oral.
Beberapa pigmentasi kecoklatan, terfokus di gusi depan rahang atas (maxillary anterior gingiva)
Mukosa langit-langit mulut (palatal) ada pigmentasi putih, dan ada area fokus eritema (kemerahan)
2. Oral leukoplakia, lesi putih yang nggak bisa diusap, tidak bisa dikarakteristikan secara klinis atau histologis dengan kondisi lain, dan tidak berhubungan dengan agen kausa fisik atau kimia kecuali TEMBAKAU (tobacco).


3. Nicotinic stomatitis, lesi di mukosa langit-langit mulut, dinamakan sebagai nicotinic stomatits karena hampir selalu hanya ditemukan di orang yang menghisap tembakau. Ini merupakan hasil dari heat stream (aliran panas) yang terkonsentrasi. Biasa tidak ada gejala alias asymptomatic, dan mengiritasi tingkat sedang. . 
Langit-langit mulutnya ada lesi merah dan putih akibat hiperkeratosis. 
4. Tooth staining, perubahan warna gigi. Bisa terjadi pada perokok, akibat nikotin. 


Ngeri? Jijik? Biasa aja?

Ya gitu itu isi mulut Anda kalo tetep mempertahankan kebiasaan jelek (baca: ngerokok).

Sampe sekarang saya nggak ngerti – dan sebenernya nggak mau ngerti – apa sih enaknya ngerokok? Udahlah sebungkusnya mahal – dan makin ironis ketika Anda berorasi di depan gedung pemerintahan menolak kenaikan harga BBM... kemudian beristirahat di pinggir jalan sambil menghabiskan sebungkus rokok – ngabisin duit doang, kan, gitu protes BBM naik, harga nasi telur naik, harga warteg naik, tapi beli rokok satu-dua bungkus sehari gak protes. Ngerusak diri sendiri, pula. Orang lain ikut dirusak, pula. So uncool.

Inget, loh. Setiap orang punya hak untuk mendapat kenyamanan – udara bersih, sehat, dan segar.


To the entire world: no smoking, please. 





Sources

0 komentar:

Posting Komentar