Title: Lucy's Love Story
Author: antiquelaras
Casts: Lucy Rothbelle, Draco Malfoy, Crabbe, Goyle, Pansy Parkinson, Minerva McGonagall
Genre: Fantasy, Romance, Magic
Disclaimer: semua tokoh dan karakter dalam serial Harry Potter adalah ciptaan J.K. Rowling. Lucy Rothbelle is just my imaginary character :)
>>
CHAPTER II
Draco melirik arlojinya. Setengah tujuh. Masih ada setengah jam lagi menuju pertemuannya dengan gadis itu di Kandang Burung Hantu.
Yang harus dia lakukan sekarang adalah melepaskan diri dari Pansy Parkinson yang menempelnya terus sejak mereka keluar dari Ruang Rekreasi Slytherin. Crabbe dan Goyle tak menghiraukan temannya; mereka sudah menyerbu meja makan Slytherin melihat berbagai makanan terhidang lezat disana.
"Pansy, aku mau ke toilet," gumam Draco.
"Nanti kita sama-sama saja keluarnya," kata Pansy genit, berkedip nakal.
Draco menghela napas panjang. "Pansy, aku cowok."
"Dan aku cewek. Kita tinggal berpisah di ujung koridor kan?"
Draco nyaris kehabisan akal ketika dia melihat Profesor McGonagall berjalan menuju mereka.
"Miss Parkinson? Kau ada tambahan pelajaran hari ini kan?"
Pansy terperanjat. "Tapi ini hari Sabtu! Akhir minggu! Aku akan pergi dengan Draco ke Hogsmeade, membeli Butterbeer, dan..."
Profesor McGonagall menyela. "Aku sama sekali tidak tertarik mendengar agendamu dengan Mr. Malfoy untuk hari ini, Miss Parkinson, yang kutahu adalah kau sudah berjanji dua malam yang lalu untuk mengikuti pelajaran tambahan denganku hari ini. Kalau kau terus-terusan mengubah Mr. Crabbe menjadi ayam, kau jelas membutuhkan bantuan. Jam tujuh, di kantorku. Detensi kalau kau tidak datang."
Pansy mengeluh keras, tidak memelankannya bahkan sebelum Profesor McGonagall menjauh dari mereka. "Aku minta maaf sekali, Draco, rencana kencan kita hari ini batal..."
"Sayang sekali," gumam Draco, tidak terdengar menyesal. Ia mencomot sepotong sandwich dan melahapnya. Matanya tertuju pada meja Ravenclaw, mencari sosok Lucy Rothbelle, yang tidak kelihatan.
Pansy terus-terusan cemberut dan mengeluh keras-keras tentang 'rencana kencan' dan 'akhir minggu' dan 'pelajaran tambahan menyebalkan' sepanjang sarapan, dan Draco, tidak seperti biasanya, hanya menanggapi dengan 'oh', 'yeah', 'itu benar' dan 'hmm' yang paling banyak digunakannya. Pandangannya terkonsentrasi ke meja Ravenclaw, melihat anak-anak Ravenclaw berseliweran, melihat Luna Lovegood membawa setumpuk sandwich keluar Aula Besar, melihat Michael Corner cemburu melihat Ginny Weasley dan Dean Thomas makan dengan mesra, dan, yang paling utama, memikirkan kenapa gadis yang ditemuinya kemarin di perpustakaan tidak terlihat sama sekali.
Sesaat Draco berpikir bahwa kejadian kemarin hanya terjadi dalam mimpinya.
Pikiran konyol, pikir Draco, kemudian di benaknya terlintas tugas dari Pangeran Kegelapan yang mesti dikerjakannya tahun ini, dan hatinya mencelos. Barang di Kamar Kebutuhan belum juga bisa diperbaiki. Draco mengaduh pelan ketika ia bangun dan merasakan sakit di dadanya. Mungkin efek luka akibat pertempurannya dengan Harry kemarin dulu. Ia melihat Harry dan Ron dan Hermione di meja Gryffindor yang terlihat sibuk mendiskusikan sesuatu. Draco tak bisa berpikir apa yang mereka diskusikan - biasanya berkaitan dengan hal-hal berbahaya, yang menyangkut Hogwarts, yang menyangkut Pelahap Maut, yang menyangkut Pangeran Kegelapan, yang menyangkut Dumbledore-
"Sakit, Draco?" tanya Pansy cemas, melihat Draco bangun dengan meringis.
"Tidak."
"Kau tidak bisa berbohong padaku," kata Pansy dengan suara dilembut-lembutkan. "Aku harus pergi sekarang," kata Pansy, mengecup pipi Draco, kemudian berlari ke arah Ruang Bawah Tanah Slytherin untuk mengambil buku-bukunya.
"Kau tidak ikut ke Hogsmeade?" tanya Goyle.
"Tidak, kalian pergilah sana," tolak Draco.
"Apa ini berkaitan dengan 'itu' lagi?" tanya Crabbe.
"Tidak, aku hanya butuh sedikit istirahat... kalian pergi saja... belikan aku Butterbeer..." gumam Draco tak jelas, sementara kepalanya pusing.
"Oke," dan tanpa menunggu jawaban Draco, mereka berdua masuk ke barisan anak-anak yang hendak berkunjung ke Hogsmeade.
Draco dengan cepat berlari ke arah Kandang Burung Hantu.
* * *
Ternyata Lucy belum datang. Jarum jam di arloji Draco menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit. Lucy tidak telat, kalau begitu. Setidaknya belum.
Dan Draco setia menunggu. Kemudian ia menertawakan dirinya sendiri. Siapa sebenarnya Lucy Rothbelle yang telah menarik perhatiannya sedemikian besar sehingga dia bisa menjadi gadis yang ditunggunya? Draco belum pernah menunggu seorang gadis sebelumnya. Pansy datang begitu saja, tidak diharapkan.
Kemudian terdengar langkah kaki dan suara bersin yang kencang.
Lucy Rothbelle muncul di pintu. "Maaf, aku terlambat."
"Tidak, kau tepat waktu," kata Draco tersenyum. Kemudian matanya menangkap sebuah benda yang dibawa Lucy. "Kau tidak sarapan di Aula?"
"Aku tak bisa bangun dari ranjangku," gumam Lucy, suaranya aneh. "Sepertinya aku kena flu."
"Lalu itu sandwich yang dibawakan Loony - maksudku, Luna Lovegood?" Draco menunjuk dua potong sandwich yang dilapisi tisu yang dibawa Lucy.
"Sudah kuhabiskan satu dalam perjalanan menuju kesini," jelas Lucy. "Dan bagaimana kau tahu Luna yang membawakannya untukku?"
"Aku melihat Luna membawa sandwich-sandwich itu keluar Aula," jawab Draco tak acuh.
Draco melihat wajah Lucy merona merah, entah efek dari kalimatnya barusan atau memang karena sakitnya. "Maafkan aku memintamu datang kesini pagi-pagi begini."
"Tidak apa-apa,"
"Tapi kau sakit."
"Tidak apa-apa."
Lucy bersin.
"Kau benar-benar sakit," kata Draco, dan selintas dirinya merasa kasihan. Dan ia menertawakan dirinya sendiri dalam hati. Lagi-lagi. Seorang gadis asing yang baru saja ditemuinya, bisa memberitahunya bagaimana merasa kasihan pada seseorang.
"Tidak apa-apa," ulang Lucy untuk ketiga kalinya. "Aku oke."
Draco memandang Lucy sejenak, yang berusaha mengunyah sandwichnya.
Kemudian tak ada yang bicara. Hanya suara burung hantu dan kepakan sayap mereka yang memenuhi udara.
"Bukankah kau datang ke pesta Slughorn dengan anak kelas tujuh itu?" tanya Draco kemudian.
Lucy tersedak. "Siapa? Anak Hufflepuff itu?"
"Ya."
"Kau tahu, tadinya aku sudah ingin mengajakmu," kata Lucy malu. "Tapi kau pasti sudah mengetahuinya dari suratku," tambahnya langsung.
Draco mengangguk. "Jadi, dia hanya bernasib sebagai pilihan terakhir yang tidak mungkin kau tolak?"
Lucy mengangkat alisnya. "Aku... tidak ingin menyebutnya begitu."
Draco meneruskan. "Atau dia hanya beruntung?"
"Aku tidak tahu apa namanya."
"Lalu siapa yang kau tunggu di pintu kantor Slughorn?"
"Hah?"
Butuh waktu yang cukup lama bagi Lucy untuk mencerna pertanyaan Draco. "Kau melihatku di pintu?"
"Tentu saja," kata Draco terbahak. "Kau memakai jubah berwarna ungu muda kan?"
Lucy mengangkat alisnya. "Yeaa."
"Kontras dengan rambutmu," cengir Draco, memandang rambut Lucy yang merah kecoklatan.
"Terima kasih."
"Aku mengawasimu waktu itu," kata Draco tak acuh. Tanpa mengetahui bahwa kalimatnya barusan sudah cukup untuk membuat hati Lucy meleleh lagi.
"Mengawasiku?"
"Ya, karena sebenarnya aku sedang melamun. Kemudian aku melihatmu keluar. Kau tampak bingung dan mencari seseorang. Itu mengalihkan perhatianku."
Satu lagi kalimat yang membuat Lucy melayang ke udara.
"Lalu Harry datang..."
"Harry dan Luna," gumam Lucy pelan. "Aku benar-benar tidak menyangkanya. Kukira Harry akan mengajak Cho, atau siapa, gadis lain yang lebih..."
"...dan kau berkata entah apa pada mereka, dan mereka masuk ke dalam dan kau masih di luar ruangan."
"Dan waktu itulah aku melihatmu sekilas di sisi jendela."
"Yeah, aku menunggu keadaan sepi."
"Untuk kemudian masuk ke kantor Profesor Slughorn - ralat - menyelinap ke dalamnya?" tebak Lucy.
Draco mengangkat alis. "Humm, kau memang anak Ravenclaw."
"Tidak ada hubungannya," kata Lucy tegas.
Draco berdehem.
"Apa yang kau lakukan di dalam sana dengan menyelinap begitu? Aku sudah berniat hendak menyelamatkanmu dengan berkata bahwa kau adalah orang yang kuajak menjadi pasanganku ke pesta Profesor Slughorn, tetapi aku juga memikirkan anak Hufflepuff itu..."
"Itu... bukan urusanmu."
Lucy memandang Draco jengkel. "Asal kau tahu saja, kau sudah membuatku begitu cemas saat itu, dan aku mengikutimu keluar ketika diseret oleh Profesor Snape - mengikutimu setelah Harry, kau tahu..."
"Harry mengikutiku? Tentu saja, dia mungkin saja penasaran sekali, memang itulah sifatnya sejak dulu..."
"...dan aku menangis saat mendengar percakapanmu dengan Profesor Snape."
Draco tertegun. "Itu bukan percakapan."
"Pertengkaran, yeah." Lucy mengusap matanya yang mulai digenangi air mata.
"Dengar, apapun yang kau dengar malam itu, semuanya tidaklah penting..."
"Tidak penting bagaimana? Aku mendengar dengan jelas, Draco, kau berteriak 'akulah yang dipilihnya', nah, kau pikir siapa yang kupikirkan untuk mengganti kata 'nya' yang kau gunakan? Kau juga berkeras tidak mau mengakui tuduhan Profesor Snape tentang kutukan yang mengenai Katie Bell! Sadarkah kau? Bahwa aku berpikir bahwa kaulah yang memberikan kalung kutukan itu pada Katie Bell, bahwa kaulah yang mengirim mead beracun itu pada Ronald Weasley, bahwa aku berpikir tentang dirimu yang pucat selama ini, bahwa aku berpikir ada rencana yang kau dan Profesor Snape tahu, dan sayangnya, gagal, dan bahwa aku berpikir rencana ini berkaitan dengan..."
"Oke," gumam Draco pelan, menghentikan rentetan kalimat Lucy yang diselingi air mata.
Dan Lucy berhenti, terengah.
"Oke," ulang Draco, "aku akan menjelaskan segalanya."
* * *
P.S.
Maaf kalau lanjutannya terlalu lama! Entah kenapa saya terkena writer's block. Disini saya benar-benar mengkhayal sebebas mungkin, (well, as usual) entah apa benar Pansy Parkinson mengikuti pelajaran tambahan Transfigurasi atau apa, tetapi saya tak tahu lagi bagaimana membuat Draco lepas dari Pansy dan bertemu Lucy di Kandang Burung Hantu. Saya hanya ingin mereka berdua, itu saja :) *tanda-tanda egoisme* Seperti biasa, naskah ini dibuat tanpa proses pengeditan yang berarti, as first draft, there are too many mistakes so I can't count on it. Need your suggestions, critics, complaints, anything :)
15 Januari 2011
R.A.
Author: antiquelaras
Casts: Lucy Rothbelle, Draco Malfoy, Crabbe, Goyle, Pansy Parkinson, Minerva McGonagall
Genre: Fantasy, Romance, Magic
Disclaimer: semua tokoh dan karakter dalam serial Harry Potter adalah ciptaan J.K. Rowling. Lucy Rothbelle is just my imaginary character :)
>>
CHAPTER II
Draco melirik arlojinya. Setengah tujuh. Masih ada setengah jam lagi menuju pertemuannya dengan gadis itu di Kandang Burung Hantu.
Yang harus dia lakukan sekarang adalah melepaskan diri dari Pansy Parkinson yang menempelnya terus sejak mereka keluar dari Ruang Rekreasi Slytherin. Crabbe dan Goyle tak menghiraukan temannya; mereka sudah menyerbu meja makan Slytherin melihat berbagai makanan terhidang lezat disana.
"Pansy, aku mau ke toilet," gumam Draco.
"Nanti kita sama-sama saja keluarnya," kata Pansy genit, berkedip nakal.
Draco menghela napas panjang. "Pansy, aku cowok."
"Dan aku cewek. Kita tinggal berpisah di ujung koridor kan?"
Draco nyaris kehabisan akal ketika dia melihat Profesor McGonagall berjalan menuju mereka.
"Miss Parkinson? Kau ada tambahan pelajaran hari ini kan?"
Pansy terperanjat. "Tapi ini hari Sabtu! Akhir minggu! Aku akan pergi dengan Draco ke Hogsmeade, membeli Butterbeer, dan..."
Profesor McGonagall menyela. "Aku sama sekali tidak tertarik mendengar agendamu dengan Mr. Malfoy untuk hari ini, Miss Parkinson, yang kutahu adalah kau sudah berjanji dua malam yang lalu untuk mengikuti pelajaran tambahan denganku hari ini. Kalau kau terus-terusan mengubah Mr. Crabbe menjadi ayam, kau jelas membutuhkan bantuan. Jam tujuh, di kantorku. Detensi kalau kau tidak datang."
Pansy mengeluh keras, tidak memelankannya bahkan sebelum Profesor McGonagall menjauh dari mereka. "Aku minta maaf sekali, Draco, rencana kencan kita hari ini batal..."
"Sayang sekali," gumam Draco, tidak terdengar menyesal. Ia mencomot sepotong sandwich dan melahapnya. Matanya tertuju pada meja Ravenclaw, mencari sosok Lucy Rothbelle, yang tidak kelihatan.
Pansy terus-terusan cemberut dan mengeluh keras-keras tentang 'rencana kencan' dan 'akhir minggu' dan 'pelajaran tambahan menyebalkan' sepanjang sarapan, dan Draco, tidak seperti biasanya, hanya menanggapi dengan 'oh', 'yeah', 'itu benar' dan 'hmm' yang paling banyak digunakannya. Pandangannya terkonsentrasi ke meja Ravenclaw, melihat anak-anak Ravenclaw berseliweran, melihat Luna Lovegood membawa setumpuk sandwich keluar Aula Besar, melihat Michael Corner cemburu melihat Ginny Weasley dan Dean Thomas makan dengan mesra, dan, yang paling utama, memikirkan kenapa gadis yang ditemuinya kemarin di perpustakaan tidak terlihat sama sekali.
Sesaat Draco berpikir bahwa kejadian kemarin hanya terjadi dalam mimpinya.
Pikiran konyol, pikir Draco, kemudian di benaknya terlintas tugas dari Pangeran Kegelapan yang mesti dikerjakannya tahun ini, dan hatinya mencelos. Barang di Kamar Kebutuhan belum juga bisa diperbaiki. Draco mengaduh pelan ketika ia bangun dan merasakan sakit di dadanya. Mungkin efek luka akibat pertempurannya dengan Harry kemarin dulu. Ia melihat Harry dan Ron dan Hermione di meja Gryffindor yang terlihat sibuk mendiskusikan sesuatu. Draco tak bisa berpikir apa yang mereka diskusikan - biasanya berkaitan dengan hal-hal berbahaya, yang menyangkut Hogwarts, yang menyangkut Pelahap Maut, yang menyangkut Pangeran Kegelapan, yang menyangkut Dumbledore-
"Sakit, Draco?" tanya Pansy cemas, melihat Draco bangun dengan meringis.
"Tidak."
"Kau tidak bisa berbohong padaku," kata Pansy dengan suara dilembut-lembutkan. "Aku harus pergi sekarang," kata Pansy, mengecup pipi Draco, kemudian berlari ke arah Ruang Bawah Tanah Slytherin untuk mengambil buku-bukunya.
"Kau tidak ikut ke Hogsmeade?" tanya Goyle.
"Tidak, kalian pergilah sana," tolak Draco.
"Apa ini berkaitan dengan 'itu' lagi?" tanya Crabbe.
"Tidak, aku hanya butuh sedikit istirahat... kalian pergi saja... belikan aku Butterbeer..." gumam Draco tak jelas, sementara kepalanya pusing.
"Oke," dan tanpa menunggu jawaban Draco, mereka berdua masuk ke barisan anak-anak yang hendak berkunjung ke Hogsmeade.
Draco dengan cepat berlari ke arah Kandang Burung Hantu.
* * *
Ternyata Lucy belum datang. Jarum jam di arloji Draco menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit. Lucy tidak telat, kalau begitu. Setidaknya belum.
Dan Draco setia menunggu. Kemudian ia menertawakan dirinya sendiri. Siapa sebenarnya Lucy Rothbelle yang telah menarik perhatiannya sedemikian besar sehingga dia bisa menjadi gadis yang ditunggunya? Draco belum pernah menunggu seorang gadis sebelumnya. Pansy datang begitu saja, tidak diharapkan.
Kemudian terdengar langkah kaki dan suara bersin yang kencang.
Lucy Rothbelle muncul di pintu. "Maaf, aku terlambat."
"Tidak, kau tepat waktu," kata Draco tersenyum. Kemudian matanya menangkap sebuah benda yang dibawa Lucy. "Kau tidak sarapan di Aula?"
"Aku tak bisa bangun dari ranjangku," gumam Lucy, suaranya aneh. "Sepertinya aku kena flu."
"Lalu itu sandwich yang dibawakan Loony - maksudku, Luna Lovegood?" Draco menunjuk dua potong sandwich yang dilapisi tisu yang dibawa Lucy.
"Sudah kuhabiskan satu dalam perjalanan menuju kesini," jelas Lucy. "Dan bagaimana kau tahu Luna yang membawakannya untukku?"
"Aku melihat Luna membawa sandwich-sandwich itu keluar Aula," jawab Draco tak acuh.
Draco melihat wajah Lucy merona merah, entah efek dari kalimatnya barusan atau memang karena sakitnya. "Maafkan aku memintamu datang kesini pagi-pagi begini."
"Tidak apa-apa,"
"Tapi kau sakit."
"Tidak apa-apa."
Lucy bersin.
"Kau benar-benar sakit," kata Draco, dan selintas dirinya merasa kasihan. Dan ia menertawakan dirinya sendiri dalam hati. Lagi-lagi. Seorang gadis asing yang baru saja ditemuinya, bisa memberitahunya bagaimana merasa kasihan pada seseorang.
"Tidak apa-apa," ulang Lucy untuk ketiga kalinya. "Aku oke."
Draco memandang Lucy sejenak, yang berusaha mengunyah sandwichnya.
Kemudian tak ada yang bicara. Hanya suara burung hantu dan kepakan sayap mereka yang memenuhi udara.
"Bukankah kau datang ke pesta Slughorn dengan anak kelas tujuh itu?" tanya Draco kemudian.
Lucy tersedak. "Siapa? Anak Hufflepuff itu?"
"Ya."
"Kau tahu, tadinya aku sudah ingin mengajakmu," kata Lucy malu. "Tapi kau pasti sudah mengetahuinya dari suratku," tambahnya langsung.
Draco mengangguk. "Jadi, dia hanya bernasib sebagai pilihan terakhir yang tidak mungkin kau tolak?"
Lucy mengangkat alisnya. "Aku... tidak ingin menyebutnya begitu."
Draco meneruskan. "Atau dia hanya beruntung?"
"Aku tidak tahu apa namanya."
"Lalu siapa yang kau tunggu di pintu kantor Slughorn?"
"Hah?"
Butuh waktu yang cukup lama bagi Lucy untuk mencerna pertanyaan Draco. "Kau melihatku di pintu?"
"Tentu saja," kata Draco terbahak. "Kau memakai jubah berwarna ungu muda kan?"
Lucy mengangkat alisnya. "Yeaa."
"Kontras dengan rambutmu," cengir Draco, memandang rambut Lucy yang merah kecoklatan.
"Terima kasih."
"Aku mengawasimu waktu itu," kata Draco tak acuh. Tanpa mengetahui bahwa kalimatnya barusan sudah cukup untuk membuat hati Lucy meleleh lagi.
"Mengawasiku?"
"Ya, karena sebenarnya aku sedang melamun. Kemudian aku melihatmu keluar. Kau tampak bingung dan mencari seseorang. Itu mengalihkan perhatianku."
Satu lagi kalimat yang membuat Lucy melayang ke udara.
"Lalu Harry datang..."
"Harry dan Luna," gumam Lucy pelan. "Aku benar-benar tidak menyangkanya. Kukira Harry akan mengajak Cho, atau siapa, gadis lain yang lebih..."
"...dan kau berkata entah apa pada mereka, dan mereka masuk ke dalam dan kau masih di luar ruangan."
"Dan waktu itulah aku melihatmu sekilas di sisi jendela."
"Yeah, aku menunggu keadaan sepi."
"Untuk kemudian masuk ke kantor Profesor Slughorn - ralat - menyelinap ke dalamnya?" tebak Lucy.
Draco mengangkat alis. "Humm, kau memang anak Ravenclaw."
"Tidak ada hubungannya," kata Lucy tegas.
Draco berdehem.
"Apa yang kau lakukan di dalam sana dengan menyelinap begitu? Aku sudah berniat hendak menyelamatkanmu dengan berkata bahwa kau adalah orang yang kuajak menjadi pasanganku ke pesta Profesor Slughorn, tetapi aku juga memikirkan anak Hufflepuff itu..."
"Itu... bukan urusanmu."
Lucy memandang Draco jengkel. "Asal kau tahu saja, kau sudah membuatku begitu cemas saat itu, dan aku mengikutimu keluar ketika diseret oleh Profesor Snape - mengikutimu setelah Harry, kau tahu..."
"Harry mengikutiku? Tentu saja, dia mungkin saja penasaran sekali, memang itulah sifatnya sejak dulu..."
"...dan aku menangis saat mendengar percakapanmu dengan Profesor Snape."
Draco tertegun. "Itu bukan percakapan."
"Pertengkaran, yeah." Lucy mengusap matanya yang mulai digenangi air mata.
"Dengar, apapun yang kau dengar malam itu, semuanya tidaklah penting..."
"Tidak penting bagaimana? Aku mendengar dengan jelas, Draco, kau berteriak 'akulah yang dipilihnya', nah, kau pikir siapa yang kupikirkan untuk mengganti kata 'nya' yang kau gunakan? Kau juga berkeras tidak mau mengakui tuduhan Profesor Snape tentang kutukan yang mengenai Katie Bell! Sadarkah kau? Bahwa aku berpikir bahwa kaulah yang memberikan kalung kutukan itu pada Katie Bell, bahwa kaulah yang mengirim mead beracun itu pada Ronald Weasley, bahwa aku berpikir tentang dirimu yang pucat selama ini, bahwa aku berpikir ada rencana yang kau dan Profesor Snape tahu, dan sayangnya, gagal, dan bahwa aku berpikir rencana ini berkaitan dengan..."
"Oke," gumam Draco pelan, menghentikan rentetan kalimat Lucy yang diselingi air mata.
Dan Lucy berhenti, terengah.
"Oke," ulang Draco, "aku akan menjelaskan segalanya."
* * *
P.S.
Maaf kalau lanjutannya terlalu lama! Entah kenapa saya terkena writer's block. Disini saya benar-benar mengkhayal sebebas mungkin, (well, as usual) entah apa benar Pansy Parkinson mengikuti pelajaran tambahan Transfigurasi atau apa, tetapi saya tak tahu lagi bagaimana membuat Draco lepas dari Pansy dan bertemu Lucy di Kandang Burung Hantu. Saya hanya ingin mereka berdua, itu saja :) *tanda-tanda egoisme* Seperti biasa, naskah ini dibuat tanpa proses pengeditan yang berarti, as first draft, there are too many mistakes so I can't count on it. Need your suggestions, critics, complaints, anything :)
15 Januari 2011
R.A.
0 komentar:
Posting Komentar