Salam, Pembaca!
Tulisan ini saya buat dalam rangka penulisan fanfiction (baru) saya - Harry Potter's Fandom - 'Lucy's Love Story'. Terdengar menyedihkan, yeah, saya benar-benar tidak bisa membuat judul yang eye-catching dan menarik hati.
Well, 'Lucy's Love Story' terbuat secara tidak sengaja, tidak ada rencana apapun sebelumnya - tidak seperti tulisan-tulisan saya yang lain, yang saya rencanakan tiga atau empat bulan tetapi tak pernah berkembang di laptop - saya hanya berpikiran selintas dan langsung mengetik ide saya itu di laptop - benar-benar langsung, mengalir begitu saja, tanpa proses editing, karena saya ingin melihat respon pembaca, tidak lain dan tidak bukan, teman-teman saya, tentunya.
Sebenarnya saya kepikiran setelah membaca ulang tulisan saya bertahun-tahun lalu (ehm, dua tahun lalu), yakni surat Lucy untuk Draco, yang saya tulis dengan judul 'Surat dalam Secarik Perkamen' yang ada sekuelnya juga. Yang, seperti anda ketahui, terinspirasi dari kecintaan saya sepenuh hati kepada Draco Malfoy, perasaan yang terus berkembang sejak saya lahir - maksud saya sejak Draco muncul di Prisoner of Azkaban. Oke, saya menyukai Draco setengah mati setelah Half-Blood Prince, dan ketika Tom Felton memenangkan MTV Movie Award as The Best Villain for his character as Draco, saya menjerit kesenangan.
Tulisan di atas hanyalah sedikit kefanatikan seorang fan.
Back to the topic, setelah saya membaca surat-surat itu, saya jadi kepikiran untuk menulis ceritanya, dalam kasus ini, fanfictionnya, di satu sisi karena saya memang kangen pada serial ini, dan semakin rindu setelah menonton Deathly Hallows Part I, yang membuat saya dilanda kepuasan yang mendalam. Film Harry Potter tak pernah sekeren ini, saya pikir. Dan Ronald Weasley pun mengalihkan perhatian saya (lagi!) dan seluruh anak-anak laki-laki keluarga Weasley lainnya - saya tidak mungkin memperhatikan Ginny, kan, yah, saya tahu dia cantik dan memesona, tetapi, yah, saya juga perempuan. As for Bill Weasley, imagenya tidak terlalu jauh dari yang saya imajinasikan setelah membaca novelnya, cool, ganteng, berambut gondrong. Dan terima kasih banyak untuk Fred dan George Weasley yang semakin dewasa. Dewasa. Uyeah.
Kembali ke tema semula, please.
Tentang fanfiction berbentuk surat itu. Saya memposisikan diri saya sebagai Lucy. Kebiasaan saya sebagai penulis pemula. Mentransformasikan dirinya kedalam suatu karakter dalam cerita dan kemudian memasukkan karakter-karakter pendukung yang biasanya tipe yang sempurna. Well, Draco memang tidak sempurna. Dia tokoh antagonis. Tetapi, saya mencintainya. Saya mencintai Tom Felton sebagai Draco Malfoy. Seperti saya mencintai Garrett Hedlund sebagai Sam Flynn dalam TRON: Legacy. Skip that last one, dan inilah alasan saya memasukkan karakter semacam saya sendiri dalam fanfiction saya. Ehm, pathetic.
Dan kemudian mendadak ide saya berkembang! Saya memutuskan untuk menulis cerita Lucy bertemu Draco setelah Draco keluar dari rumah sakit karena pertengkarannya dengan Harry di toilet laki-laki. Entah kenapa saya memutuskan juga untuk membuat fanfiction yang singkat. Saya hanya tidak ingin menggantung (lagi) sebuah cerita yang saya tulis.
Rentang waktu yang rencananya akan saya gunakan dalam fandom Harry Potter kali ini adalah antara surat 1 dan surat 2, sejak Draco keluar dari rumah sakit sampai Draco bersorak karena Lemari Pelenyap dalam Kamar Kebutuhan selesai diperbaiki. Itu rencana saya. Mungkin Tuhan punya rencana lain? Entahlah. Dan bahkan ketika tulisan ini diterbitkan, saya masih mempunyai beberapa rencana untuk mengembangkan fanfiction saya kali ini. Hanya, saya akan memegang teguh rencana awal saya: tidak akan membuat fanfiction yang terlalu panjang. Fanfiction saya yang lama, tentang bulutangkis dan kawan-kawannya, 'Rhapsody in Pelatnas', harus gantung di chapter __ karena saya kehabisan ide. Apakah saya yang tidak terlalu aware lagi atau bagaimana, saya tidak mengerti. Saya tidak ingin terjadi hal yang sama pada 'Lucy's Love Story'.
Yah, begitulah, saya harap anda tidak keberatan menunggu lama kelanjutan fandom Lucy's Love Story ini. Saya juga berharap sepenuh hati bisa menyelesaikan cerita kali ini.
Kesimpulan tulisan ini: writer's block adalah musuh utama penulis.
R.A.
16 Januari 2011
Tulisan ini saya buat dalam rangka penulisan fanfiction (baru) saya - Harry Potter's Fandom - 'Lucy's Love Story'. Terdengar menyedihkan, yeah, saya benar-benar tidak bisa membuat judul yang eye-catching dan menarik hati.
Well, 'Lucy's Love Story' terbuat secara tidak sengaja, tidak ada rencana apapun sebelumnya - tidak seperti tulisan-tulisan saya yang lain, yang saya rencanakan tiga atau empat bulan tetapi tak pernah berkembang di laptop - saya hanya berpikiran selintas dan langsung mengetik ide saya itu di laptop - benar-benar langsung, mengalir begitu saja, tanpa proses editing, karena saya ingin melihat respon pembaca, tidak lain dan tidak bukan, teman-teman saya, tentunya.
Sebenarnya saya kepikiran setelah membaca ulang tulisan saya bertahun-tahun lalu (ehm, dua tahun lalu), yakni surat Lucy untuk Draco, yang saya tulis dengan judul 'Surat dalam Secarik Perkamen' yang ada sekuelnya juga. Yang, seperti anda ketahui, terinspirasi dari kecintaan saya sepenuh hati kepada Draco Malfoy, perasaan yang terus berkembang sejak saya lahir - maksud saya sejak Draco muncul di Prisoner of Azkaban. Oke, saya menyukai Draco setengah mati setelah Half-Blood Prince, dan ketika Tom Felton memenangkan MTV Movie Award as The Best Villain for his character as Draco, saya menjerit kesenangan.
Tulisan di atas hanyalah sedikit kefanatikan seorang fan.
Back to the topic, setelah saya membaca surat-surat itu, saya jadi kepikiran untuk menulis ceritanya, dalam kasus ini, fanfictionnya, di satu sisi karena saya memang kangen pada serial ini, dan semakin rindu setelah menonton Deathly Hallows Part I, yang membuat saya dilanda kepuasan yang mendalam. Film Harry Potter tak pernah sekeren ini, saya pikir. Dan Ronald Weasley pun mengalihkan perhatian saya (lagi!) dan seluruh anak-anak laki-laki keluarga Weasley lainnya - saya tidak mungkin memperhatikan Ginny, kan, yah, saya tahu dia cantik dan memesona, tetapi, yah, saya juga perempuan. As for Bill Weasley, imagenya tidak terlalu jauh dari yang saya imajinasikan setelah membaca novelnya, cool, ganteng, berambut gondrong. Dan terima kasih banyak untuk Fred dan George Weasley yang semakin dewasa. Dewasa. Uyeah.
Kembali ke tema semula, please.
Tentang fanfiction berbentuk surat itu. Saya memposisikan diri saya sebagai Lucy. Kebiasaan saya sebagai penulis pemula. Mentransformasikan dirinya kedalam suatu karakter dalam cerita dan kemudian memasukkan karakter-karakter pendukung yang biasanya tipe yang sempurna. Well, Draco memang tidak sempurna. Dia tokoh antagonis. Tetapi, saya mencintainya. Saya mencintai Tom Felton sebagai Draco Malfoy. Seperti saya mencintai Garrett Hedlund sebagai Sam Flynn dalam TRON: Legacy. Skip that last one, dan inilah alasan saya memasukkan karakter semacam saya sendiri dalam fanfiction saya. Ehm, pathetic.
Dan kemudian mendadak ide saya berkembang! Saya memutuskan untuk menulis cerita Lucy bertemu Draco setelah Draco keluar dari rumah sakit karena pertengkarannya dengan Harry di toilet laki-laki. Entah kenapa saya memutuskan juga untuk membuat fanfiction yang singkat. Saya hanya tidak ingin menggantung (lagi) sebuah cerita yang saya tulis.
Rentang waktu yang rencananya akan saya gunakan dalam fandom Harry Potter kali ini adalah antara surat 1 dan surat 2, sejak Draco keluar dari rumah sakit sampai Draco bersorak karena Lemari Pelenyap dalam Kamar Kebutuhan selesai diperbaiki. Itu rencana saya. Mungkin Tuhan punya rencana lain? Entahlah. Dan bahkan ketika tulisan ini diterbitkan, saya masih mempunyai beberapa rencana untuk mengembangkan fanfiction saya kali ini. Hanya, saya akan memegang teguh rencana awal saya: tidak akan membuat fanfiction yang terlalu panjang. Fanfiction saya yang lama, tentang bulutangkis dan kawan-kawannya, 'Rhapsody in Pelatnas', harus gantung di chapter __ karena saya kehabisan ide. Apakah saya yang tidak terlalu aware lagi atau bagaimana, saya tidak mengerti. Saya tidak ingin terjadi hal yang sama pada 'Lucy's Love Story'.
Yah, begitulah, saya harap anda tidak keberatan menunggu lama kelanjutan fandom Lucy's Love Story ini. Saya juga berharap sepenuh hati bisa menyelesaikan cerita kali ini.
Kesimpulan tulisan ini: writer's block adalah musuh utama penulis.
R.A.
16 Januari 2011
0 komentar:
Posting Komentar