Sambil Tuhan Yang Maha Esa menurunkan hujan yang menderas tiba-tiba di sore ini, sambil aku berpikir. Tentang hujan, tentang gimana cara pulang, tentang pikiran menembus hujan tanpa jas hujan, dan tentang menunggu hujan sampai reda.
Dan, tentang novel-novelku yang tidak pernah selesai.
Ada satu adegan hujan di dalamnya - Maya dan Satria menunggu hujan bersama. Kemudian ada Raga, Fazzie, dan teman-temannya. Pulang duluan, ya! Kata mereka. Maya dan Satria mengangguk, pada orang-orang yang berbeda. Kemudian mereka tinggal berdua, berdiri, berteduh. Awkward. Tanpa saling tahu perasaan satu sama lain. Hanya tahu perasaan masing-masing - Maya; (mungkin) senang dan bersalah, Satria; (mungkin) biasa saja dan tidak peduli.
Tidak pernah ada yang tahu - karena si penulis juga tidak pernah menceritakannya. Maya hanya tahu, Satria itu hujan. Selamanya.
* * *
"you bad to me, so bad to me."
Seperti yang dinyanyikan Yoseob di lagunya, Caffeine.
Akhir-akhir ini Maya sering merenung sendiri, tentang betapa "buruk"nya pengaruh Satria di kehidupannya. Bukannya Maya menyalahkan Satria, tidak. Maya malah senang bisa menyukai Satria, hanya saja situasinya tidak pas.
Dan ini juga tidak berarti menyalahkan situasi.
Tidak ada yang salah dengan menyukai Satria. Cuma, yah, keadaan itu membuat hidup Maya, sedikit banyak, berubah. Berubah menjadi "buruk" karena Maya bolak-balik menangis, mempertanyakan. Bolak-balik curhat pada teman paling dekat, Oki, yang, Maya pikir, kebosanan mendengarnya. Setiap hari Satria. Apa-apa Satria. Bagaimana Oki tidak bosan?
Maka Maya mulai berpikir untuk mulai menyimpan semuanya sendirian, setelah meminta maaf pada Oki, dan meminta Oki berjanji tidak menceritakan pada orang lain.
Cukup Maya saja yang hidupnya rusak...
* * *
Sebenarnya sedang dalam kondisi sangat tidak bisa menulis apapun, hanya saja mendadak ingin bicara pada diri sendiri petang ini.
Dan, sebagian besar karena, ingin dibaca. Penulis menulis karena ingin dibaca - tambahan, kalau saya sih, ingin lebih dihargai. Itu saja.
Akhir-akhir ini sedang cukup sulit karena mulai sibuk-sibuk lagi, tapi berharap saja semuanya lancar sampai akhir.
Sebenarnya harapan ini tidak cuma untuk kuliah dan praktikum. Tapi juga tulisan saya. Iya, si Maya dan Satria (dan, Raga!) yang sudah lewat hampir dua semester tidak selesai-selesai. Saya bingung. Bagaimana cara mengakhirinya? Saya tanpa sadar sudah terlalu jatuh cinta pada tokoh Satria hingga tak tega membuat cerita-cerita sedih lagi. Bahkan rasanya saya mengabaikan nasib Maya si tokoh utama, saking cintanya saya pada Satria.
Ah, si Satria memang cuma khayalan, tapi dia hidup begitu nyata di imajinasi saya.
Seandainya tokoh Satria muncul di dunia nyata, saya pun akan mencintainya tanpa ragu lagi. Hidup Satria!
* * *
(dari kumpulan notes Facebook)
Ayok diselesaikan :D
BalasHapusNulis itu kuncinya cuma satu: niat
Hahaha :D