Minggu, 04 November 2012

, , , ,

Anxiety


Terkadang gue berpikir–bukan terkadang sih, cukup sering sebenarnya, akhir-akhir ini.

Bukan, bukan tentang galauan gue yang akhir-akhir ini muncul lagi, bukan. Gue sudah cukup pintar untuk tidak menggembar-gemborkan perasaan gue sendiri ke publik, kok. Paling-paling gue ngetwit sayang ke L, atau Yun, atau Jinyoung, atau Daehyun... dan  mereka-mereka ini yang selalu bikin gue galau, memang. Meskipun, memang, sempet ada orang lain di luar sana, yang, sempet ngisi pikiran gue, sampe kebawa-bawa mimpi, dan bikin gue sering nangis kalo malem, dan nulis-nulis lagi, tentang perasaan ini. Curhatan nggak mutu yang sering gue tumpahin secara eksplisit ke tulisan-tulisan gue (yang fiksi maupun yang non-fiksi).

Yang membawa kita kembali ke topik awal.

Ini tentang tulisan gue.

Apa ya, yang orang pikirkan waktu membaca tulisan gue yang berantakan?

Apa tulisan fiksi gue cukup realistis untuk diimajinasikan menjadi dunia nyata di benak pembaca-pembaca gue? Apa karakter tokoh protagonis gue sudah cukup baik untuk dicintai pembaca? Apa karakter tokoh antagonis gue udah bisa dibenci pembaca?

Apakah konflik yang gue bangun dengan daya khayal, imajinasi, dan kisah nyata itu bisa sampe ke pikiran pembaca? Dan waktu membaca dan merangkai konflik itu, pembaca gue mikirin apa?

Apa pendapat, komentar mereka, waktu selesai baca tulisan gue? Apa tulisan gue sudah cukup bisa  mengubah seenggaknya satu pola pikir mereka? Apa mereka bisa dapetin sesuatu dari tulisan gue? Apa saja?

Apa mereka menyetujui, atau menolak, atau tanpa sadar mengangguk-angguk, waktu membaca tulisan non-fiksi gue, tentang opini gue akan suatu hal?

Apa mereka ikut tersenyum, ikut tertawa, ikut bersedih, ikut marah, waktu membaca tulisan fiksi gue, tentang cerita cinta yang mainstream?

Apa pesan-pesan gue nyampe ke benak para pembaca tulisan gue?

Pikiran-pikiran dalam bentuk pertanyaan ini semakin sering muncul dalam benak gue, mengalahkan pikiran gue tentang dia, tentang UTS dan praktikum, atau tentang rendeman pakaian yang belum dicuci. Selalu, hampir selalu, ketika gue mau tidur, berbaring memandang langit-langit, gue memikirkan ini, kemudian akhirnya, ketika gue hendak memejamkan mata, bayangan gue langsung berpindah ke sosok seorang cowok berkemeja panjang yang lengannya digulung sampai siku, dengan jam tangan hitam di tangan kiri... dan khayalan-khayalan lain sebelum tidur.

Gue nyaris tidak pernah mendapat komentar dari orang lain yang bukan temen gue–dari pembaca blog gue yang mungkin nyasar ke blog, dan membaca blog gue, gue tidak tahu apa komentar mereka ketika membaca tulisan-tulisan gue. Tulisan gue yang bener-bener first draft, tanpa pengeditan, langsung gue publish ke muka umum. Karena gue merasa nggak punya waktu untuk sekedar mengedit tulisan gue–bukan apa-apa, hanya karena sikon gue sekarang tidak mendukung untuk hal-hal seperti ini.

Gue pengen banget, pengen banget banget banget, bisa menulis sesuatu yang nggak mainstream, berpikir out of the box, seperti temen-temen gue yang menulis yang lain. Temen-temen gue yang lain, yang blognya gue follow, selalu bisa membuat gue setengah kagum ke mereka, setengah iri dan jengkel pada diri sendiri waktu gue membaca tulisan mereka. Gue ikut tertawa, ikut tersenyum, ingin menangis, dan bisa mendapat hal-hal baru kala itu. Gue kesel, karena gue merasa kalah. Rasanya tulisan-tulisan gue nggak ada apa-apanya dibanding tulisan mereka. Dan ini selalu, selalu gue rasain, tiap blogwalking ke blog temen-temen gue.

Gue pengen lebih dari mereka.

Hanya saja, seperti yang udah gue bilang tadi, sikon gue tidak terlalu mendukung untuk hal-hal seperti ini. Mungkin, ya, mungkin, gue bisa aja menghabiskan waktu beberapa jam di toko buku, atau menghabiskan ratusan ribu di toko buku, untuk membeli buku-buku baru untuk menambah ilmu pengetahuan umum gue, tapi, resikonya adalah, gue akan kehilangan beberapa jam di kosan untuk bisa meneruskan pekerjaan praktikum gue, dan kehilangan ratusan ribu untuk membeli alat-alat kesehatan, yang sama sekali nggak murah.

Meskipun begitu, gue tidak melihat kondisi gue yang sekarang sebagai sebenar-benarnya hambatan untuk gue mengembangkan karya-karya gue–gue hanya dituntut untuk membuat prioritas, dan mengesampingkan sejenak impian gue yang sesungguhnya, serta mengusahakan yang terbaik dulu untuk apa yang sedang gue hadapi selama beberapa tahun kedepan.

Maaf kalau ada salah-salah kata. Gue juga tahu, gue nggak bisa membahagiakan semua orang. Semoga kedepannya gue bisa lebih, lebih, dan jauh lebih baik lagi.

Terima kasih untuk semua perhatian dan kesediaan untuk membaca blog gue selama ini. Gue sayang dia–dan kalian semua.


Jogja, 4 November 2012

P.S.
Ketika menulis ini, gue sedang mendengarkan album Separation Anxiety dari Nell, tahun 2008. Highly recommended, kalau lo bosan dengan lagu girlgroup dan boygroup Korea.

Atau Gangnam Style

0 komentar:

Posting Komentar