Terkadang gue
berpikir–bukan terkadang sih, cukup sering sebenarnya, akhir-akhir ini.
Bukan, bukan
tentang galauan gue yang akhir-akhir ini muncul lagi, bukan. Gue sudah cukup
pintar untuk tidak menggembar-gemborkan perasaan gue sendiri ke publik, kok. Paling-paling
gue ngetwit sayang ke L, atau Yun, atau Jinyoung, atau Daehyun... dan mereka-mereka ini yang selalu bikin gue
galau, memang. Meskipun, memang, sempet ada orang lain di luar sana, yang, sempet
ngisi pikiran gue, sampe kebawa-bawa mimpi, dan bikin gue sering nangis kalo
malem, dan nulis-nulis lagi, tentang perasaan ini. Curhatan nggak mutu yang sering
gue tumpahin secara eksplisit ke tulisan-tulisan gue (yang fiksi maupun yang non-fiksi).
Yang membawa
kita kembali ke topik awal.
Ini tentang
tulisan gue.
Apa ya, yang
orang pikirkan waktu membaca tulisan gue yang berantakan?
Apa tulisan
fiksi gue cukup realistis untuk diimajinasikan menjadi dunia nyata di benak
pembaca-pembaca gue? Apa karakter tokoh protagonis gue sudah cukup baik untuk dicintai
pembaca? Apa karakter tokoh antagonis gue udah bisa dibenci pembaca?
Apakah
konflik yang gue bangun dengan daya khayal, imajinasi, dan kisah nyata itu bisa
sampe ke pikiran pembaca? Dan waktu membaca dan merangkai konflik itu, pembaca
gue mikirin apa?
Apa
pendapat, komentar mereka, waktu selesai baca tulisan gue? Apa tulisan gue
sudah cukup bisa mengubah seenggaknya
satu pola pikir mereka? Apa mereka bisa dapetin sesuatu dari tulisan gue? Apa
saja?
Apa mereka
menyetujui, atau menolak, atau tanpa sadar mengangguk-angguk, waktu membaca tulisan
non-fiksi gue, tentang opini gue akan suatu hal?
Apa mereka
ikut tersenyum, ikut tertawa, ikut bersedih, ikut marah, waktu membaca tulisan
fiksi gue, tentang cerita cinta yang mainstream?
Apa
pesan-pesan gue nyampe ke benak para pembaca tulisan gue?
Pikiran-pikiran
dalam bentuk pertanyaan ini semakin sering muncul dalam benak gue, mengalahkan
pikiran gue tentang dia, tentang UTS dan praktikum, atau tentang rendeman
pakaian yang belum dicuci. Selalu, hampir selalu, ketika gue mau tidur, berbaring
memandang langit-langit, gue memikirkan ini, kemudian akhirnya, ketika gue
hendak memejamkan mata, bayangan gue langsung berpindah ke sosok seorang cowok berkemeja
panjang yang lengannya digulung sampai siku, dengan jam tangan hitam di tangan
kiri... dan khayalan-khayalan lain sebelum tidur.
Gue nyaris
tidak pernah mendapat komentar dari orang lain yang bukan temen gue–dari
pembaca blog gue yang mungkin nyasar ke blog, dan membaca blog gue, gue tidak
tahu apa komentar mereka ketika membaca tulisan-tulisan gue. Tulisan gue yang
bener-bener first draft, tanpa
pengeditan, langsung gue publish ke
muka umum. Karena gue merasa nggak punya waktu untuk sekedar mengedit tulisan
gue–bukan apa-apa, hanya karena sikon gue sekarang tidak mendukung untuk
hal-hal seperti ini.
Gue pengen
banget, pengen banget banget banget, bisa menulis sesuatu yang nggak mainstream, berpikir out of the box, seperti temen-temen gue
yang menulis yang lain. Temen-temen gue yang lain, yang blognya gue follow, selalu bisa membuat gue setengah
kagum ke mereka, setengah iri dan jengkel pada diri sendiri waktu gue membaca
tulisan mereka. Gue ikut tertawa, ikut tersenyum, ingin menangis, dan bisa
mendapat hal-hal baru kala itu. Gue kesel, karena gue merasa kalah. Rasanya
tulisan-tulisan gue nggak ada apa-apanya dibanding tulisan mereka. Dan ini selalu, selalu gue rasain, tiap blogwalking
ke blog temen-temen gue.
Gue pengen
lebih dari mereka.
Hanya saja, seperti
yang udah gue bilang tadi, sikon gue tidak terlalu mendukung untuk hal-hal
seperti ini. Mungkin, ya, mungkin, gue bisa aja menghabiskan waktu beberapa jam
di toko buku, atau menghabiskan ratusan ribu di toko buku, untuk membeli
buku-buku baru untuk menambah ilmu pengetahuan umum gue, tapi, resikonya
adalah, gue akan kehilangan beberapa jam di kosan untuk bisa meneruskan
pekerjaan praktikum gue, dan kehilangan ratusan ribu untuk membeli alat-alat
kesehatan, yang sama sekali nggak murah.
Meskipun
begitu, gue tidak melihat kondisi gue yang sekarang sebagai sebenar-benarnya hambatan untuk gue
mengembangkan karya-karya gue–gue hanya dituntut untuk membuat prioritas, dan
mengesampingkan sejenak impian gue yang sesungguhnya, serta mengusahakan yang
terbaik dulu untuk apa yang sedang gue hadapi selama beberapa tahun kedepan.
Maaf kalau ada salah-salah kata. Gue juga tahu, gue nggak bisa membahagiakan semua orang. Semoga
kedepannya gue bisa lebih, lebih, dan jauh lebih baik lagi.
Terima kasih
untuk semua perhatian dan kesediaan untuk membaca blog gue selama ini. Gue
sayang dia–dan kalian semua.
Jogja, 4
November 2012
P.S.
Ketika
menulis ini, gue sedang mendengarkan album Separation
Anxiety dari Nell, tahun 2008. Highly
recommended, kalau lo bosan dengan lagu girlgroup dan boygroup Korea.
Atau Gangnam Style.
0 komentar:
Posting Komentar