Gue merasa terbuang.
Ini adalah keadaan dimana lo merasa sudah benar-benar melakukan sesuatu yang
tidak akan menyakiti orang lain meski lo menyakiti diri lo sendiri, tetapi elo
malah dianggap salah oleh orang lain. Seperti yang sudah gue bilang, dari dulu,
apa-apa yang gue lakuin selalu dianggap salah. Seperti gue nggak pernah benar.
Dalam usaha gue tidak
membuat orang lain marah, kesal, jengkel, sedih, kecewa, sama gue, dan ketika
usaha gue itu justru membuat gue sakit, marah, kesal, jengkel, sedih, kecewa
sendiri, gue malah disalahin untuk itu. Diingatkan tentang hal-hal yang gue
benci untuk mengingatnya. Dikasih tahu tentang hal-hal yang gue males
mengetahuinya. Karena gue udah tahu, dan gue nggak mau tahu lagi.
Karena ketika
mengetahuinya, gue tidak bisa menahan keinginan gue untuk menangis, dan lupa
caranya tersenyum. Selama ini gue berusaha tidak menangis untuk hal-hal yang
kecil (menakjubkan, keajaiban otak dan air mata, gue selalu pengen nangis di
saat-saat yang sangat tidak tepat, dan hanya untuk masalah kecil saja), ketika
gue marah, kecewa, sedih, apapun, gue berusaha sebisa mungkin, sekuat mungkin, tidak
menangis. Ketika segalanya tidak berjalan lancar.
Ketika rantai sepeda
gue tiba-tiba lepas waktu gue lagi mengayuh sepeda dengan kencang karena kesal
dan pengen sampe kosan secepat mungkin. Gue marah, kesel, sama sepeda gue. Gue
tidak menangis, dan meminggirkan sepeda gue ke pinggir jalan, kemudian
memperbaiki rantainya. Gue mencoba tenang, mencoba mengabaikan pandangan
orang-orang yang lewat, dan rantainya kembali ke tempat semula, dan gue meluncur
lagi, kencang, menuju kosan.
Ketika orang-orang
dengan kendaraan bermotor ngelewatin gue dengan kencang dan suara super keras,
dan knalpot yang menyebarkan asap kemana-mana. Ketika para kenek bus atau
tukang parkir di pinggir jalan nyiulin gue ketika gue lewat, jalan, ataupun
naik sepeda. Gue benci setengah mati. Tapi, cuma cewek murahan yang mau sama
orang-orang kayak begitu.
Ketika orang-orang yang
gue lewatin melihat gue. Gue marah, kesel, dan bertanya-tanya, kenapa sih
dengan badan gue, muka gue, atau tas gue, sampe orang-orang yang gue lewatin
pas lagi jalan atau membawa sepeda gue masuk gerbang kosan ngeliatin gue? Gue
selalu penasaran. Gue punya daya tarik apa sih? Tapi ini bikin gue risih, mereka
annoying, dan gue selalu marah kalo ada orang-orang yang begitu sama gue. Sampe
kosan, gue terengah-engah nahan marah, sudah pengen nangis, tapi gue tahan.
Bahkan, gue bisa saja
marah dan kesal setengah mati cuma gara-gara download-an gue error di tengah
jalan, atau laptop gue tiba-tiba nge-hang waktu gue lagi asik-asiknya nonton
drama atau film atau reality show. Atau menerima sebuah (atau dua) sms dari
orang yang bikin gue kesel. Gue melampiaskan kemarahan gue dengan membanting
barang, apapun yang ada di deket gue, melemparnya, dan membuat suara yang
keras. Dan gue nggak terus lega dengan begitu. Lama sekali gue baru bisa lega.
Kayak sekarang, laptop
gue nge-hang waktu lagi nulis ini, dan gue melampiaskannya dengan memukul keras
keyboard laptop, membanting monitor laptop hingga menutup, atau melempar
handphone waktu dapet sms yang bikin gue kesel. Napas gue kemudian menjadi
cepat, dan gue nggak bisa tersenyum selama beberapa jam.
Gue sudah berhenti
membuat skenario dalam kepala gue, karena gue sudah sering sekali dikecewakan
oleh skenario-skenario khayalan nonsense itu. Bayangin, gue membuat skenario
temen gue nembak gue di hari ulang tahun gue. Nonsense, tapi gue tidak malu
mengatakannya. Gue pikir semua orang pernah bikin skenario kayak gini. Tapi
pikiran gue bisa saja salah.
Jadi, gue nyaris lupa
gimana cara menangis kencang-kencang sampai bantal basah kuyup, kemudian
tertidur sampe pagi. Gue lupa. Karena gue nggak pernah mau mengingatnya. Karena
setiap kali gue dimunculkan pada keadaan seperti itu, gue akan menahan diri gue
untuk tidak menangis.
Iya, gue tahu. Hati gue
keras sekarang. Gue tahu. Gue mungkin udah nggak punya hati, apalah. Whatever,
dan gue nggak peduli sama pandangan orang-orang sama gue. Yang jelas, kalo ada
yang mau temenan sama gue dengan baik, gue ayok-ayok aja. Kalo ada yang
memandang sinis, ya gue hindarin aja kalo itu maunya. Kalo ada yang gue nggak
suka dari pribadi seseorang, gue nggak akan berteman dengannya. Ya namanya
nggak cocok, mau diapain lagi?
Gue juga pilih-pilih
teman, kok. Gue bukan anak SD lagi, yang dicekoki dengan kalimat ‘berteman
tidak boleh pilih-pilih’ dari buku PPKn. Tentu saja kita harus pilih-pilih
teman mana yang membawa pengaruh baik buat kita. Orang tua lo kan nggak mau lo
berteman dengan pengedar narkoba atau peminum miras.
Hidup di dunia gue
sendiri. Gue paling tahu dunia gue. Gue-lah yang biasanya tersakiti ketika gue
melangkah keluar dari dunia gue, dan masuk agak terlalu jauh di dunia nyata. Merasa
lebih nyaman di dunia gue, dan tidak akan tersakiti oleh diri sendiri, gue
masuk lagi ke dunia gue. Lebih baik begini, sendiri, tanpa menyakiti seseorang
dan disakiti orang.
Balik ke awal,
permasalahan yang bikin gue nulis curhatan ini, curahan hati dengan penuh
sindiran pada banyak orang begini. Ya, tentang kesalahan gue yang terlihat
jelas di mata orang-orang, tetapi tidak di mata gue. Dianggap selalu salah oleh
orang-orang. Peribahasanya tentang gajah dan semut itu, apalah, whatever. Nggak
penting.
Coba deh sekali-sekali,
lo di posisi gue. Sekali aja. Lo ngerasain jadi gue. Mau?
Bisa?
Coba deh pikirin, lo
yang ngerasain ini semua. Mau?
Bisa?
Coba deh bayangin, lo
yang ngejalanin ini semua. MAU?
BISA?
Ketika lo ingin sekali
marah, karena satu hal, yang bikin lo kesel banget, benci banget, marah banget,
TAPI LO SAMA SEKALI NGGAK BISA MARAH SAMA ORANG ITU!
BISA?
MAU?
0 komentar:
Posting Komentar