Jumat, 13 Juli 2012

,

Serba Salah


Gue merasa terbuang. Ini adalah keadaan dimana lo merasa sudah benar-benar melakukan sesuatu yang tidak akan menyakiti orang lain meski lo menyakiti diri lo sendiri, tetapi elo malah dianggap salah oleh orang lain. Seperti yang sudah gue bilang, dari dulu, apa-apa yang gue lakuin selalu dianggap salah. Seperti gue nggak pernah benar.
Seperti pecundang. Gue tidak memandang diri gue seperti pecundang, hanya orang-orang yang memandang gue seperti itu. Dan gue capek selalu dibilang salah.
Dalam usaha gue tidak membuat orang lain marah, kesal, jengkel, sedih, kecewa, sama gue, dan ketika usaha gue itu justru membuat gue sakit, marah, kesal, jengkel, sedih, kecewa sendiri, gue malah disalahin untuk itu. Diingatkan tentang hal-hal yang gue benci untuk mengingatnya. Dikasih tahu tentang hal-hal yang gue males mengetahuinya. Karena gue udah tahu, dan gue nggak mau tahu lagi.
Karena ketika mengetahuinya, gue tidak bisa menahan keinginan gue untuk menangis, dan lupa caranya tersenyum. Selama ini gue berusaha tidak menangis untuk hal-hal yang kecil (menakjubkan, keajaiban otak dan air mata, gue selalu pengen nangis di saat-saat yang sangat tidak tepat, dan hanya untuk masalah kecil saja), ketika gue marah, kecewa, sedih, apapun, gue berusaha sebisa mungkin, sekuat mungkin, tidak menangis. Ketika segalanya tidak berjalan lancar.
Ketika rantai sepeda gue tiba-tiba lepas waktu gue lagi mengayuh sepeda dengan kencang karena kesal dan pengen sampe kosan secepat mungkin. Gue marah, kesel, sama sepeda gue. Gue tidak menangis, dan meminggirkan sepeda gue ke pinggir jalan, kemudian memperbaiki rantainya. Gue mencoba tenang, mencoba mengabaikan pandangan orang-orang yang lewat, dan rantainya kembali ke tempat semula, dan gue meluncur lagi, kencang, menuju kosan.
Ketika orang-orang dengan kendaraan bermotor ngelewatin gue dengan kencang dan suara super keras, dan knalpot yang menyebarkan asap kemana-mana. Ketika para kenek bus atau tukang parkir di pinggir jalan nyiulin gue ketika gue lewat, jalan, ataupun naik sepeda. Gue benci setengah mati. Tapi, cuma cewek murahan yang mau sama orang-orang kayak begitu.
Ketika orang-orang yang gue lewatin melihat gue. Gue marah, kesel, dan bertanya-tanya, kenapa sih dengan badan gue, muka gue, atau tas gue, sampe orang-orang yang gue lewatin pas lagi jalan atau membawa sepeda gue masuk gerbang kosan ngeliatin gue? Gue selalu penasaran. Gue punya daya tarik apa sih? Tapi ini bikin gue risih, mereka annoying, dan gue selalu marah kalo ada orang-orang yang begitu sama gue. Sampe kosan, gue terengah-engah nahan marah, sudah pengen nangis, tapi gue tahan.
Bahkan, gue bisa saja marah dan kesal setengah mati cuma gara-gara download-an gue error di tengah jalan, atau laptop gue tiba-tiba nge-hang waktu gue lagi asik-asiknya nonton drama atau film atau reality show. Atau menerima sebuah (atau dua) sms dari orang yang bikin gue kesel. Gue melampiaskan kemarahan gue dengan membanting barang, apapun yang ada di deket gue, melemparnya, dan membuat suara yang keras. Dan gue nggak terus lega dengan begitu. Lama sekali gue baru bisa lega.
Kayak sekarang, laptop gue nge-hang waktu lagi nulis ini, dan gue melampiaskannya dengan memukul keras keyboard laptop, membanting monitor laptop hingga menutup, atau melempar handphone waktu dapet sms yang bikin gue kesel. Napas gue kemudian menjadi cepat, dan gue nggak bisa tersenyum selama beberapa jam.
Gue sudah berhenti membuat skenario dalam kepala gue, karena gue sudah sering sekali dikecewakan oleh skenario-skenario khayalan nonsense itu. Bayangin, gue membuat skenario temen gue nembak gue di hari ulang tahun gue. Nonsense, tapi gue tidak malu mengatakannya. Gue pikir semua orang pernah bikin skenario kayak gini. Tapi pikiran gue bisa saja salah.
Jadi, gue nyaris lupa gimana cara menangis kencang-kencang sampai bantal basah kuyup, kemudian tertidur sampe pagi. Gue lupa. Karena gue nggak pernah mau mengingatnya. Karena setiap kali gue dimunculkan pada keadaan seperti itu, gue akan menahan diri gue untuk tidak menangis.
Iya, gue tahu. Hati gue keras sekarang. Gue tahu. Gue mungkin udah nggak punya hati, apalah. Whatever, dan gue nggak peduli sama pandangan orang-orang sama gue. Yang jelas, kalo ada yang mau temenan sama gue dengan baik, gue ayok-ayok aja. Kalo ada yang memandang sinis, ya gue hindarin aja kalo itu maunya. Kalo ada yang gue nggak suka dari pribadi seseorang, gue nggak akan berteman dengannya. Ya namanya nggak cocok, mau diapain lagi?
Gue juga pilih-pilih teman, kok. Gue bukan anak SD lagi, yang dicekoki dengan kalimat ‘berteman tidak boleh pilih-pilih’ dari buku PPKn. Tentu saja kita harus pilih-pilih teman mana yang membawa pengaruh baik buat kita. Orang tua lo kan nggak mau lo berteman dengan pengedar narkoba atau peminum miras.
Hidup di dunia gue sendiri. Gue paling tahu dunia gue. Gue-lah yang biasanya tersakiti ketika gue melangkah keluar dari dunia gue, dan masuk agak terlalu jauh di dunia nyata. Merasa lebih nyaman di dunia gue, dan tidak akan tersakiti oleh diri sendiri, gue masuk lagi ke dunia gue. Lebih baik begini, sendiri, tanpa menyakiti seseorang dan disakiti orang.
Balik ke awal, permasalahan yang bikin gue nulis curhatan ini, curahan hati dengan penuh sindiran pada banyak orang begini. Ya, tentang kesalahan gue yang terlihat jelas di mata orang-orang, tetapi tidak di mata gue. Dianggap selalu salah oleh orang-orang. Peribahasanya tentang gajah dan semut itu, apalah, whatever. Nggak penting.
Coba deh sekali-sekali, lo di posisi gue. Sekali aja. Lo ngerasain jadi gue. Mau?
Bisa?
Coba deh pikirin, lo yang ngerasain ini semua. Mau?
Bisa?
Coba deh bayangin, lo yang ngejalanin ini semua. MAU?
BISA?
Ketika lo ingin sekali marah, karena satu hal, yang bikin lo kesel banget, benci banget, marah banget, TAPI LO SAMA SEKALI NGGAK BISA MARAH SAMA ORANG ITU!
BISA?
MAU?

0 komentar:

Posting Komentar